Sudahi Insecure Atasi Mental Breakdown, Yuk Belajar Spiritual dan emotional Quotient bersama Griya Peradaban
Tsamrotul Izzah selaku aktivis Griya Peradaban yang juga berperan sebagai host, telah sukses dalam memimpin jalannya acara tersebut dari awal sampai akhir.
Acara dimulai dengan sambutan yang dibawakan oleh salah satu aktivis Griya Peradaban, Nailu Rohmatika. Ia mengatakan bahwa melalui Kuliah Alternatif, setiap peserta dapat saling menjalin relasi dan berkolaborasi satu sama lain.
“Mengacu pada Kuliah Alternatif Angkatan pertama, dimana pesertanya mampu menjalin relasi dan berkolaborasi dengan baik. Saya yakin, hal tersebut juga dapat dilakukan oleh para peserta dari Angkatan kedua” ujar Nailu.
Materi yang dibahas dalam diskusi sesi ketiga ini juga tidak kalah seru dari sesi sebelumnya. Jika sesi sebelumnya lebih membahas tentang self improvement dan leadership, diskusi pada sesi ketiga ini lebih banyak membahas tentang pentingnya Spiritual Quotient (SQ) dan Emotional Quotient (EQ) dalam kehidupan manusia. Kedua materi tersebut tentu saja disampaikan oleh dua narasumber yang memang ahli dalam bidang tersebut.
Materi pertama dibawakan oleh salah satu mentor Griya Peradaban, Mahmud Yunus Musthofa. Ia lebih menekankan pada pembahasan terkait Spiritual Quation (SQ). Ia mengatakan bahwa Spiritual Quotient (SQ) merupakan suatu kecerdasan yang berguna untuk menemukan dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan makna serta mampu untuk menggerakkan kecerdasan lain yang dimiliki manusia.
“Dengan mengoptimalkan kecerdasan spiritual yang dimiliki manusia, manusia tersebut akan mampu mengerahkan kecerdasan lain yang dimilikinya” kata Mahmud.
Pria yang pernah menjadi Genre Ambassador Semarang 2019 ini juga menyampaikan bahwa kecerdasan spiritual sangat penting untuk dikembangkan pada diri setiap individu. Hal tersebut dikarenakan banyaknya manusia yang lebih mementingkan Intelegence Quotient (IQ) daripada Spiritual Quotient (SQ). Alhasil, jiwa kemanusiaan dan kepekaannya terhadap realita sosial kurang diperhatikan.
Setelah asyik dengan materi pertama, acara berlanjut pada materi kedua yang di bawakan oleh Founder Global Empowerment Steps, Kintansari Adhyna. Materi yang membahas tentang Emotional Quotient (EQ) ini lebih menekankan pada Design Thinking, yaitu suatu kondisi dimana manusia mampu mengubah pemikiran dari Lower Order Thinking (LOT) menjadi Higher Order Thinking (HOT).
“Design Thinking itu perlu kita bahas karena di dalanya menjelaskan bagaimana kita mampu mengubah pola pikir kita dari Lower Order Thinking (LOT) menjadi Higher Order Thinking (HOT)” kata Kintan.
Selain itu, wanita yang pernah menjadi Duta Muda Asean Indonesia 2019 ini juga menjelaskan terkait Properthic Leadership. Ia mengatakan bahwa Properthic Leadership ini dapat tersusun atas tiga komponen, yaitu humanization, liberation, dan transcendence.
Ia juga menyampaikan bahwa dalam menggapai kunci sukses, persentase mindse seseorang lebih besar daripada persentase kecerdasan inetelektual orang itu sendiri.
“Dalam menggapai kesuksesan, yang lebih penting adalah bagaimana kita mampu mengatur mindset kita dalam memandang suatu permasalahan, bukan bergantung pada seberapa besar kecerdasan intelektual yang kita miiliki ” kata Kintan.
Sesi 2 Kuliah Alternatif VI Griya Peradaban 2023 Angkat Tema Personality Development
Kupas Tuntas Leadership bersama Atin dan Ibnu dalam Kuliah Alternatif Griya Peradaban
Acara yang dipandu oleh Khaerunnisa selaku Aktivis Griya Peradaban ini dimulai dengan sambutan yang dibawakan oleh Bendahara Aktivis Griya Peradaban yaitu Putri Rizkiyatul Windiyarti. Ia mengatakan bahwa dengan diadakannya Kuliah Alternatif II ini diharapkan mampu menjadi ajang bagi peserta kuliah alternatif untuk tetap produktif.
“Saya harap, adanya pandemi dan hari weekend, bukanlah suatu alasan bagi kita untuk tidak produktif” tutur Putri.
Diskusi yang bertemakan ‘Leadership’ ini kemudian berlanjut pada materi pertama yang disampaikan oleh Atin Anggraeeni Surono yang juga berperan sebagai mentor di Griya Peradaban. Wanita yang pernah menjadi Duta GenRe Kota Semarang 2019 ini mengawali diskusinya dengan membahas tentang konsep leadership yang ideal di masa krisis.
Ia menyampaikan bahwa leadership adalah suatu Seni dan Proses. Seni disini diartikan sebagai suatu keindahan yang subjektif. Artinya, seni memimpin antara satu orang dengan orang yang lain pasti memiliki perbedaan dan perbedaan tersebut merupakan suatu keindahan.
“Tidak bisa kita samakan antara baik buruknya kepemimpinan yang dimiliki satu orang dengan orang lain, karena itu adalah suatu seni” ujar Atin.
Sedangkan proses menurutnya adalah suatu tindakan dimana seorang leader mampu mempengaruhi, mengatur, dan mengkoordinir anggotanya dengan baik.
Wanita yang juga kaya akan sejuta pengalaman ini kemudian melanjutkan diskusinya tentang pendekatan apa yang digunakan dalam memimpin. Ia mengatakan bahwa setidaknya terdapat tiga pendekatan yang digunakan dalam memimpin, diantaranya adalah Heart Leadership (memimpin dengan hati), Mind Lidership (memimpin dengan logika), dan Hand Leadership (memimpin dengan tangan).
“Disaat krisis seperti saat ini, pendekatan dalam memimpin perlu disempurnakan dengan menyeimbangkan tiga pendekatan tersebut” ujar Atin.
Tak kalah luar biasa, Ibnu Fikri Ghozali selaku pemateri kedua juga menyampaikan materi yang tak kalah menarik dari pemateri pertama. Pria yang pernah nyantri di Gontor Jawa Timur ini lebih membahas tentang teori-teori tentang kepemimpinan.
Ia menyampaikan bahwa setidaknya terdapat empat teori yang membahas tentang kepemimpinan. Pertama, Great Man Theories yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa jiwa kepemimpinan seseorang terbentuk atas dasar keturunan, bukan proses.
Pada akhir sesi, Atin Anggraeni selaku pemateri pertama menyampaikan bahwa dalam kepemimpinan, antara pikiran dan hati harus seimbang.
“Yang benar menurut kita, belum tentu baik menurut hati” kata Atin.
Belajar Pentingnya Literasi bersama Annas Rolli M (Duta Santri Nasional 2016) dan Wildani Hefni (Santri Produktif Kemenag tahun 2012) di Perkuliahan Alternatif Griya Peradaban
Sesi Terakhir Kuliah Alternatif V Griya Peradaban Angkat Tema Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis
Awali Kuliah Alternatif Griya Peradaban Ke-VII Tahun 2024 Angkat Tema Future Leadership
Belajar Membaca Peluang Usaha Anak Muda di Era Digital dan Pandemi dalam Kuliah Alternatif Griya Peradaban
Era digital dan Pandemi Covid-19 menjadi tantangan nyata yang kita hadapi saat ini, hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari adanya perubahan yang signifikan pada beberapa sektor kehidupan seperti pendidikan, budaya, politik, atau bahkan ekonomi.
Dalam menyikapi problematika tersebut, Griya Peradaban mencoba memberikan ruang kepada anak muda untuk mampu adaptif dalam menghadapi era tersebut melaui diskusi kewirausahaan yang membahas tentang peluang usaha anak muda di era digital dan pandemi.
Diskusi yang dilaksanakan pada Sabtu (14/8/2021) ini mendatangkan dua pemateri yang sangat luar biasa, yaitu Nurul Khasanah (Duta Santripreneurship) dan Vania Indi Dhea (Mentor Griya Peradaban).
Diskusi yang dimoderatori oleh salah satu Alumni Kuliah Alternatif, Syaichu Zakaria ini dimulai dengan mengangkat topik yang berkaitan dengan cara bagaimana anak muda mampu membaca peluang usaha di era digital dan pandemi.
Diskusi pertama pada sesi keenam ini dibawakan oleh Nurul Khasanah selaku Duta Santripreneurship sekaligus mentor Griya Peradaban. Pada awal diskusi, ia menyampaikan tekait perlunya perubahan perspektif yang dimiliki manusia tentang kewirausahaan.
“Kewirausahaan bukan sebuah pekerjaan, melainkan sebuag usaha atau cara seseorang untuk terus berpikir mandiri dan terus menerus” kata Nurul.
Ia juga menambahkan bahwa perubahan perspektif yang dimiliki manusia tentang kewirausaan mampu memberikan dampak yang signifikan bagi semangat manusia itu sendiri dalam berwirausaha.
Perempuan yang juga merupakan Crew Dedikasi Fotografi ini kemudian menyampaikan terkait persentase seseorang dalam menjadi entrepreneur. Ia mengatakan bahwa 15% seseorang menjadi entrepreneur disebabkan garis keturunan, 25% karena keterpaksaaan, dan 60% karena adanya keyakinan dan kemauan yang dimiliki orang tersebut.
Kemudian, perempuan dengan segudang prestasi ini menjelaskan terkait alternatif bisnis yang bisa dilakukan di era pandemi dan digital. Alternatif bisnis yang bisa dilakukan, diantaranya adalah kuliner unik, jasa pengiriman barang, e-payment, dan e-Commerce. Sedangkan untuk alternatif bisnis di era digital diantaranya adalah bisnis dropship, penyewaan perlengkapan multimedia, dan pembuatan website.
Pada akhir sesi, perempuan yang juga pernah menjadi Duta Pelajar Putri Kendal ini menyampaikan terkait kiat-kiat dalam memulai bisnis ala anak muda. Dua diantara kiat-kiat tersebut adalah percaya pada kemampuan diri sendiri dan berani untuk mengambil tawaran serta risiko.
“Kita harus menanamkan dalam benak kita bahwa kita bisa, kita juga harus buktikan bahwa tawaran dan risiko yang kita hadapi adalah bentuk awal kita dalam melangkah” kata Nurul.
Diskusi berlanjut pada materi kedua yang dibawakan oleh Vania Indy Dhea. Matei kedua ini sedikit berbeda dengan materi pertama, pada materi kedua ini lebih menekankan pada Enterpreneural Thinking atau hal-hal apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha.
Perempuan yang pernah menjadi Juara Duta Wisata Kabupaten Kendal ini memulai diskusinya dengan mengenalkan konsep entepreneurship dan bagaimana seorang entrepreneur dapat memiliki jiwa kewirausaan dalam dirinya. Menurutnya, mental usaha dapat terbentuk melalui empat hal, yaitu belajar, berlatih, bertindak, dan sukses berkelanjutan.
Memaksimalkan Creative Literacy sebagai Gerakan dalam Menggali Ide Kreatif
Belajar Pentingnya Develop Personality dalam Kuliah Alternatif 2 Griya Peradaban
“Saya harap, teman-teman peserta Kuliah Alternatif 2 ini mampu menjadi pintu awal dan berkolaborasi di masa depan” ujar Ma’as.
Beliau juga berharap bahwa ilmu yang didapat dari Kuliah Alternatif 2 ini mampu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pemateri pertama, Marini Sayuti yang membahas tentang Etika Penampilan dan Profesi. Ia menjelaskan tentang bagaimana penampilan dan gestur tubuh dapat mempengaruhi lawan bicara saat berdialog.
“Dalam berdialog, kita harus mampu menempatkan diri kita dalam situasi dan kondisi apapun serta mampu merespon lawan bicara kita,” kata Marini.
Wanita yang pernah menjadi reporter Trans 7 tersebut kemudian menjelaskan terkait Facial Expression dan Make Up and Style. Menurutnya, make up yang sesuai dibarengi rona wajah yang gembira mampu meningkatkan rasa percaya diri kita dalam berdialog.
Tak kalah menarik, pemateri kedua, Nur Widiyanto, menjelaskan materi yang arahnya masih sama dengan pemateri pertama, yaitu tentang Developt Personality. Ia lebih menekankan pada rencana pengembangan diri dan bagaimana manusia mampu menentukan prioritas dari tujuan yang dimilikinya.
Setidaknya terdapat empat submateri yang ia sampaikan, yaitu tentang menyusun target, prioritas, rencana pengembangan diri, dan best week. Keempat submateri tersebut secara tidak langsung mengarah pada bagaimana manusia mampu menentukan tujuan yang jelas dalam hidupnya.
“Tujuan yang jelas, mampu membawa kita untuk terus melangkah dan melangkah” ujar Widiyanto. Ia juga menambahkan bahwa dalam membuat tujuan, jangan menggunakan prinsip being (menjadi) tetapi menggunakan doing (membuat).
Pada akhir sesi, pria yang saat ini berprofesi sebagai dosen di Universitas Wahid Hasyim ini memberikan pekerjaan rumah kepada peserta Kuliah Alternatif 2 untuk menulis prioritas dan tujuan apa saja yang ada dalam hidup mereka. Ia berharap, dengan menuliskan tujuan dan prioritas yang kita miliki, mampu mewujudkan tujuan tersebut dengan terstruktur dan sistematis.
Griya Peradaban Undang Seorang Pendidik Oxford Bahas Tema Pentingnya Nilai Religi untuk Hadapi Era Disrupsi
Pegiat Griya Peradaban, Khoirul Adib Cicipi Kuliah 6 Bulan Di Amerika Serikat
Pekan Kedua Kuliah Alternatif IV, Griya Peradaban Usung Tema Spiritual and Emotional Intelligence
Masuk Sesi 2 Kuliah Alternatif Ke-VII, Griya Peradaban Angkat Tema Literasi Digital
Griya Peradaban Gelar Kuliah Alternatif Peluang dan Tantangan Enterpreunership di Era Society 5.0 bersama Nurul Khasanah Duta Santripreuner Jateng
Sesi 3 Kuliah Alternatif Ke-VI Griya Peradaban Angkat Tema Adaptability
Ngobrolin Cara Membangun Strategi dan Kolaborasi Bagi Kaula Muda bersama Griya Peradaban
Campusnesia.co.id - Kuliah Altenatif Angkatan Kedua Griya Peradaban telah sampai pada diskusi akhir perkuliahan yaitu sesi Sembilan.
Sesi yang menjadi pamungkas dari beberapa sesi sebelumnya diharapkan mampu memberi dorongan kepada peserta kuliah alternatif agar mampu mengimplementasikan ilmu yang telah didapatkan selama mengikuti kuliah alternatif.
Diskusi yang dilaksanakan pada Sabtu (4/9/2021) ini dimoderatori oleh salah satu aktivis Griya Peradaban, Khoirunnisa.
Perempuan yang biasa dikenal dengan nama Ica ini mampu membawa acara dengan sangat baik, sehingga acara berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan.
Diskusi terakhir ini tentu membawa tema yang berbeda dengan tema diskusi pada sesi sebelumnya. Diskusi pada sesi ini bertemakan tentang strategi mengembangkan ide dan kolaborasi anak muda.
Dengan menghadirkan pemateri yang sangat luar biasa, diharapkan pada diskusi ini mampu memberikan angin segar kepada anak muda dalam bergerak dan berkontribusi untuk perkembangan bansga dan negara.
Diskusi pertama disampaikan oleh salah satu alumni Kader Bangsa Fellowship, Wisnu Hadi Prayitno. Pada diskusi pertama ini, Ia mengangkat tentang pentingnya strategi pengembangan anak muda.
Berbeda dengan diskusi-diskusi sebelumnya, metode yang dibawakan oleh Wisnu ini bisa dikatakan unik karena tidak ada sesi penyampaian materi, melainkan langsung pada sesi tanya jawab.
Laki-laki asal Ponorogo ini banyak menyampaikan tentang hal-hal apa saja yang harus dlakukan anak muda dalam mengembangkan sesuatu yang ada di desanya. Ia mengatakan bahwa gagasan besar terkadang berawal dari pertemuan-pertemuan kecil anak muda di warung kopi.
Selain itu, orang yang banyak bergerak dalam bidang kesenian ini juga membahas tentang pentingnya penggunaan Bahasa yang dapat dipahami dalam kehidupan bermasyarakat.
“Intelektual yang baik adalah mereka yang mampu menerjemahkan Bahasa intelektual menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat” kata Wisnu.
Senada dengan diskusi pertama, diskusi kedua dibawakan oleh salah satu Mentor Griya Peradaban, Millatul Miskiyyah. Diskusi kedua ini lebih banyak membicarakan tentang bentuk kolaborasi seperti apa yang harus dibangun oleh anak muda.
Perempuan peraih sarjana terbaik d IAIN Salatiga ini juga menyampaikan bahwa kolaborasi antar anak muda tidak hanya menjadikan pekerjaan lebih ringan, tetapi juga membuat hubungan lebih erat dan relasi lebih luas. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa untuk mengenali anak muda, berarti kita harus mengenali sesuatu yang ada pada anak muda tersebut.
“Hari esok adalah hari kolaborasi, bukan saatnya lagi tuk berkompetisi. Karena bersatu dalam perbedaan adalah kunci kesuksesan di masa depan” ujar Milla.
Penulis: Feby Alfiana