Opini: Bibit Kapitalis



Kapitalis adalah suatu sistem bisnis yang dibuat untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, dengan modal seminimum mungkin, untuk kepentingan individu/kelompok tertentu, tanpa peduli kerusakan ekosistem sekitar.

Kapitalisme adalah paham/gerakan/kultur kapitalis. Memang berkesan 'miring', tapi itulah pendapat kebanyakan tentang kapitalis.

Setidaknya ada 4 hal yang mendasari seseorang melakukan sistem kapitalis:
1. Materialisme; menganggap materi sebagai ukuran status sosial.
2. Keserakahan; tak pernah merasa puas atau cukup terhadap apa yang telah didapat.
3. Kekuasaan; harta sebagai sarana untuk meraih tahta, kekuasaan tak terbatas.
4. Warisan; dorongan untuk mewariskan harta ke penerus.

Saya menemukan beberapa kaum kapitalis super kaya, pola hidupnya biasa-biasa saja. Sedekah dari yayasan yang dikelolanya, tak terhitung besar untuk ukuran kekayaannya, kecuali jika ada pos sedekah yang tak saya ketahui.

Terus kemana duitnya? Selain untuk ahli waris, membesarkan usaha (re-invest), atau menyiapkan diri untuk naik ke pucuk kekuasaan (politik).

Bagi saya, benang merah sistem kapitalis bukanlah di tujuan, tapi di proses. Bagaimana proses mereka mengeruk kekayaan. Sah saja kita membesarkan bisnis kita, apalagi untuk tujuan yang mulia, seperti bersedekah, tapi jangan sampai proses kita mencapai tujuan, merusak ekosistem sekitar dan menghalalkan yang haram.

"Tak akan mensucikan, berwudlu dengan air kencing”

Apa bentengnya..?

"Deskripsikan kata cukupmu, agar datang kata syukurmu”. Jika seseorang mengecilkan 'angka cukupnya', maka setiap kelebihan akan menjadi kata syukurnya.

Jangan tunggu kaya dulu baru sedekah, tapi sedekahlah saat ini juga (bukan mengharap kaya), dalam setiap prosesnya.

Jika harga sudah 'wajar', berhentilah untuk menawar. Berilah kelonggaran kepada pedagang lain. Jika gerakan ini bergulir, maka akan datang suatu masa, dimana kebaikan itu akan mendatangi diri sendiri.

Semoga...

Salam,














Jaya Setiabudi

(Founder Young Entrepreneur Academy dan yukbisnis.com)

Belajar Membuat Video Liputan Bersama Siswa SMK Visi Media Indonesia




Halo Sobat Campusnesia, apa kabar nih februari ini? tiada hari tanpa hujan ya, jangan lupa membawa payung dan jaga kesehatan biar gak gampang sakit, ok?!.

Kembali bersama redaksi diliputan kegiatan menarik campusnesia, kali ini kami akan berbagai kebersamaan dengan teman-teman dari SMK Visi Media Indonesia Ungaran Semarang yang sedang membuat video liputan.


Mereka adalah, Novenia, Reza, Noval dan melvin siswa kelas XI jurusan broadcast yang sdang mengikuti sebuah kompetisi vidoo liputan tingkat smk yang diadakan oleh infotembalang.co sebuah portal media online seputar gaya hidup anak muda yang berbasis di Tembaang.

Pembuatan video bertepat di kantor Loetju.com sebuah stratUp yang bergerak dalam industri kreatif mercahandising dan digital printing yang juga berbasis di Tembalang.


Dalam proses pebuatanya bukan hanya sekedar syuting kantor dan poduk, mereka juga belajar tentang sejarah bisnis Loetju ini. 

Ketika ditemui redaksi, mas Nandar CEO Loetju menyampaikan kegembiraanya menerima rekan-rekan SMK yang penuh antusias dan kreatifitas dalam megikuti kompetisi serta mendoakan semoga bisa jadi juara nya.



Nah seru kan? samapai ketemu diliputan campusnesia lainya ya, terimakasih./AM

Robot Pendaki UAD Raih Prestasi di Tiongkok - Juara 3 Robot Wall Climbing

NAIK TANGGA: Tim Lanange Jagad UAD memperlihatkan robot pendaki
yang mampu menaiki anak tangga dalam waktu tertentu
sehingga meraih juara di Tiongkok. (suaramerdeka.com/Agung PW)



Tim robot pendaki, Lanange Jagad dari Fakultas Teknik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta meraih prestasi gemilang di kejuaraan internasional di Tiongkok. Mereka berhasil mendapat posisi ketiga kategori wall climbing pada Federation of International Robot-Soccer Association (FIRA) di Beijing, Tiongkok.

Keberhasilan tersebut mengulang prestasi 2015 lalu, ketika mereka juga berhasil meraih juara tiga pada kategori yang sama di Korea Selatan. Penampilan di Daejeon, Korea Selatan, membuat kagum peserta lain. Karena baru pertama kali ikut, tetapi sudah langsung masuk ke posisi tiga besar.  “Kami tahun 2015 untuk pertama kali mengikuti kejuaraan FIRA dan alhamdulillah masuk ke peringkat  tiga. Prestasi itu harus kami pertahankan atau kalau bisa lebih baik lagi,” ungkap Ketua Tim, Alfath Jumarianto, di kampus UAD, Kamis (12/1).

Ia dan teman-temannya sebenarnya ingin meraih prestasi lebih. Tetapi karena berbagai kendala  akhirnya hanya berada di posisi tiga setelah Meksiko dan Taiwan. Kendala pertama yakni soal cuaca. Iklim di sana sangat berbeda dengan di Indonesia. Apalagi pada akhir tahun merupakan musim dingin. Suhu mencapai minus 5-7 derajat Celcius dan ini menyulitkan tim mau pun robot.

Alfath dan tim harus mengubah sistem robot pendaki, karena perbedaan suhu yang ekstrim. Seluruh program berubah total ketika sampai di sana. Bahkan kendala paling besar, panitia melakukan perubahan arena lomba yang tidak sesuai dengan proposal kejuaraan yang mereka terima. “Adaptasi pada suhu rendah harus kami lakukan dan juga robot perlu pemrograman baru. Apalagi lokasi lomba dan arenanya berubah tidak sesuai dengan apa yang kami terima. Tim bergerak cepat melakukan  perubahan dan pemrograman supaya robot bisa menyesuaikan dengan kondisi arena,” paparnya di sela-sela demonstrasi robot menaiki tangga.

Persiapan selama di kampus yang memakan waktu lebih empat bulan membuat tim selalu sigap dan berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan. Mereka akhirnya bisa melakukan perubahan secara tepat dan robot dapat menyesuaikan kondisi arena. Juara tiga pun di tangan setelah robot pendaki berhasil menaiki beberapa anak tangga pendakian.

Wakil Rektor III UAD, Dr Abdul Fadlil MT yang juga mendampingi tim mengapresiasi kerja keras mahasiswa. Robot memang menjadi salah satu andalan kampus karena sering meraih prestasi di berbagai kejuaraan lokal, regional, nasional dan internasional. Bahkan kampus membuat rumah robot yang menjadi ajang belajar mahasiswa selama 24 jam untuk otak-atik robot.
(Agung PW/CN40/SM Network)

Sumber: http://berita.suaramerdeka.com/robot-pendaki-uad-raih-prestasi-di-tiongkok/

Hera, Anak Tukang Becak yang Raih IP 4,0 di ITB Ingin Jadi Dosen



Jakarta - Keterbatasan ekonomi tak membuat Herayati patah arang untuk mengenyam pendidikan tinggi. Buktinya, remaja berusia 19 ini bisa berkuliah di perguruan tinggi ternama ITB dengan prestasi yang dimilikinya.

Ayah Herayati, Sawiri yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang becak, tentunya kesulitan untuk membiayai kuliah anaknya. Namun, berkat prestasi Hera, ia bisa mendapat beasiswa berkuliah di ITB.

Semenjak tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB pada 2014 lalu, Hera terus menunjukkan prestasinya. Terbutkti dari hasil Indeks Prestasi (IP) yang tergolong tinggi.

Saat menginjak semester 1, Hera mampu meraih IP 3,53. Namun, pada semester 2, nilainya sempat turun dan hanya meraih IP 3,3. Hera lalu lebih tekun lagi belajar hingga nilainya kembali naik drastis di semeseter 3 dengan IP 3,88.

Saat berada di semester 3, Hera lalu memilik jurusan Kimia. Mengingat, Kimia merupakan pelajaran yang digemarinya sejak berada di bangku SMA. Meski menyukai Kimia, IP nya kembali turun jadi 3,71.

"Alhamdulillah pas di semester 5, IP saya naik luar biasa jadi 4. Mudah-mudahan selanjutnya bisa terus bertahan," ungkap Hera saat dihubungi detikcom, Minggu (12/2/2017).

Meski memiliki prestasi mentereng saat ini, Hera belum mau berpuas diri. Masih panjang perjalanannya untuk bisa meraih cita-citanya menjadi seorang dosen. Mengingat, persyaratan menjadi dosen minimal berstatus S2.

Berkat keinginan yang keras itu, jalan menuju cita-citanya itu mulai terbuka. Saat ini, Hera sedang mengikuti program honours (kehormatan) yang ada di FMIPA ITB. Lewat program itu, Hera bisa melangkah ke program unggulan lainnya yaitu fast track.

"Jadi program fast track itu membuat kita bisa kuliah S1 dan S2 selesai dalam waktu 5 tahun. Ini kesempatan yang baik buat Hera. Mudah-mudahan lancar terus ke depannya," ungkap dia.

Hera mengaku apabila nantinya terwujud cita-citanya menjadi dosen, ia ingin mengajar di salah satu universitas di tempat tinggalnya di Banten. Hal ini sebagai salah satu pengabdiannya.

"Kalau jadi dosen pengennya di Untirta (Banten). Karena Hera dapet beasiswa dari Pemkot (Cilegon). Jadi pengen mengabdi di sana. Biar dekat juga sama orang tua," ucap Hera.

Motivasi Hera untuk berpendidikan tinggi tak lain karena orang tuanya. Berangkat dari keluarga kurang mampu dan berlatar belakang pendidikan rendah, membuatnya ingin mengubah garis kehidupan keluarganya. 

"Saya tidak ingin karena orang tua saya tidak pernah kuliah, saya juga begitu. Saya ingin mengubah itu dengan kuliah dan berprestasi," kata dia.

"Saya enggak pernah minder dengan kondisi ini, malah menjadi motivasi untuk terus berusaha. Alhamdulillah lingkungan, teman-teman di sekitar saya mendukung," pungkas Hera. 
(erd/imk)


Mahasiswa UGM Sulap Daun Sukun Jadi Teh Obat Ginjal


REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Siapa sangka daun sukun yang selama ini hanya menjadi sampah bisa menghantarkan Suhartono meraih kesuksesan. Mahasiswa Universitas Gadjah Mada ini berhasil mengembangkan bisnis teh daun sukun yang bisa membantu penyembuhan sakit ginjal dan jantung.

Suhartono bersama dua temannya, Retno Wulandari dan Yunita Praptiwi yang merupakan alumni UGM mengembangkan dan memproduksi teh herbal daun sukun di rumahnya di Dusun Dukuhsari RT 07 RW 02, Purwomartani, Kalasan, Sleman, DIY. Bahkan teh yang diberi nama Teh Daun Sukun Laasyaka ini sudah menjangkau pasar nasional dan didistribusikan di berbagai wilayah Indonesia.

“Daun sukun ini belum banyak yang memanfaatkannya dan terkadang hanya untuk pakan ternak. Untuk itu kami berusaha meningkatkan nilai dan manfaat daun sukun dengan mengolah menjadi teh herbal yang bermanfaat bagi kesehatan,” paparnya, Senin (6/2).

Suhartono mengungkapkan awal mula pengembangan teh daun sukun dilatarbelakangi banyaknya pohon sukun di tempat tinggalnya. Namun, belum semua bagian dari pohon sukun dimanfaatkan warga, hanya buahnya saja.

Sementara daun sukun hanya menjadi sampah. Melihat potensi tersebut ia bersama kedua rekannya berpikir untuk memanfaatkan daun sukun yang ada.

Mereka pun mencari referensi dan literatur ilmiah terkait manfaat daun sukun. Berdasarkan penelitian Tjandrawati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), daun sukun mengandung senyawa flavonoid, riboflavin, dan sirosterol yang bermanfaat menjaga jantung dari kerusakan sistem kardiovaskuler.

“Selain bermanfaat dalam membantu penyembuhan sakit ginjal, darah tinggi, diabetes, menurunkan kolesterol serta mengatasi inflamasi,” ujar mahasiswa Departemen Ilmu Komputer FMIPA ini.

Cara pengolahan teh daun sukun ini tergolong sederhana. Daun-daun muda dan segar dipetik langsung dari pohon kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya daun dipotong-potong dan dijemur di bawah sinar matahari selama tiga sampai empat hari hingga mengering.

“Setelah itu daun kering dihaluskan lalu dioven dan dikemas dalam bentuk teh celup,” katanya.

Teh daun sukun ini dikemas dalam dua bentuk, yakni celup dan tubruk. Satu pak teh celup berisi 20 kantong teh siap pakai dengan berat 50 gram dibanderol dengan harga Rp 20 ribu. Sedangkan kemasan tubruk dengan berat 35 gram dijual dengan harga Rp 5.000.

Sejak merintis usaha pada 2013, kini bisnis ini telah berkembang dan menjadi usaha rumahan yang setiap bulannya mampu memproduksi 400 sampai 500 pak per hari. Dalam proses produksi, mereka memberdayakan ibu-ibu setempat, mulai dari proses pemetikan daun hingga pengeringan.

"Omzet saat ini rata-rata Rp 8 juta sampai Rp 10 juta per bulan," kata Suhartono.

Bisnis teh daun Laasyka lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UGM 2013. Ide untuk mengolah daun sukun sebagai teh herbal ini awalnya sempat mengalami penolakan dari dosen pembimbing.

“Ide kami ini sempat ditolak sama dosen pembimbing karena dinilai kurang berkualitas,” kenangnya.

Namun, penolakan itu justru tidak mematahkan asa ketiga anak muda ini. Mereka pun berusaha menemui dosen lain dan akhirnya mendapatkan dukungan untuk melaju dalam PKM. Alhasil, ide yang mereka usung berhasil mendapatkan dana hibah sebesar Rp 7.250.000 dari Dirjen Dikti.

"Dapat dana sebesar itu kami sempat bingung mau digunakan untuk apa. Akhirnya kita belikan alat pres kantong seharga Rp 4 juta," kata Suhartono sembari tertawa.

Karena keterbatasan dana, mereka mencetak dan mendesain kardus teh sendiri. Demikian pula dalam mensegel kardus dengan plastik, mereka lakukan sendiri dengan alat segel hasil modifikasi dengan setrika.

Namun membangun bisnis baru bukanlah hal mudah. Apalagi bagi ketiganya yang tergolong pemain baru di dunia usaha. Awalnya mereka kesulitan promosi karena menerapkan model pemasaran dengan menitipkan di apotek.

"Pada 2014 penjualan tidak sesuai target," kata Retno menambahkan.

Sejumlah upaya promosi pun dilakukan. Mulai menyebar brosur di  jalan raya hingga mencoba peruntungan berjualan di pasar Ahad pagi UGM. Namun, cara-cara itu tidak efektif. Mereka pun mencoba strategi baru dengan menerapkan sistem keagenan dan jualan secara online.

"Bagi yang ingin teh daun sukun ini bisa pesan secara online di tehdaunsukun.com atau tehdaunsukun.co.id," katanya.

Retno mengungkapkan teh daun sukun Laasyaka terbuat 100 persen dari daun sukun asli tanpa menggunakan bahan pengawet. Teh ini baik dikonsumsi siapa saja mulai anak-anak hingga dewasa.

Seperti teh lainnya, teh daun sukun ini bisa dinikmati dengan merendamnya dalam air panas. Hanya saja untuk bisa menikmati teh ini perlu direndam lebih lama sekitar empat-lima menit hingga muncul warna coklat kehijauan.

"Karena terbuat murni dari bahan daun sukun asli tanpa tambahan pewarna perlu diaduk atau direndam lebih lama sampai keluar warnanya," kata Retno.


Unnes Siapkan Beasiswa bagi Penghafal Alquran


Prof Rustono (kiri)
Foto: metrosemarang.com/yulikha elvitri


Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Rustono, Senin (23/1). “Penghafal Alquran itu kan luar biasa, artinya akan semakin banyak orang hebat yang mendaftar ke Unnes,” bebernya.

Ia menambahkan penghafal Alquran yang ingin mendaftar ke Unnes bisa memilih pendaftaran Seleksi Mandiri (SM) melalu jalur prestasi. Pendaftaran jalur prestasi ini pun tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis.

Prof. Rustono juga menuturkan bahwa beasiswa bagi penghafal Alquran ini akan diambilkan dari Rumah Amal, Lembaga Amil Zakat Unnes. “Kalau ternyata dari keluarga kurang mampu, kami bisa berikan beasiswa dari Rumah Amal,” imbuhnya.

Meski demikian, pihaknya belum menentukan kuota bagi calon mahasiswa pengahafal Alquran tersebut. Menurutnya semakin banyak semakin baik, namun pendaftar juga tetap akan diseleksi hafalannya.

“Kita seleksi, apakah benar hafal apa tidak, makanya kami ingin informasi ini bisa diketahui masyarakat,” tegasnya.

Pendaftaran mahasiswa baru Unnes akan dibuka mulai 1 Februari 2017 mendatang. Ada beberapa jalur pendaftaran yaitu SNMPTN maupun SBMPTN. (vit)

sumber: http://metrosemarang.com/unnes-siapkan-beasiswa-bagi-penghafal-alquran