Pendidikan Humanis dan Inovatif dalam Novel Totto-Chan Si Gadis Kecil di Tepi Jendela Karya Tetsuko Kuroyanagi




Campusnesia.co.id - Novel Totto-chan Si Gadis Kecil di Tepi Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi merupakan otobiografi yang manggambarkan pengalaman penulis semasa kecil di sekolah Tomoe Gakuen, sebuah sekolah dasar yang unik yang didirikan oleh Sosaku Kobayashi di Tokyo pada era sebelum Perang Pasifik berkecamuk di Jepang. 

Novel ini tidak hanya menceritakan kisah hidup seorang anak perempuan bernama Totto-chan, yang penuh dengan rasa ingin tahu, imajinasi dan antusiasme untuk belajar, tetapi juga menjelaskan model pendidikan yang sama sekali berbeda dari sekolah konvensional saat itu. Tomoe Gakuen, yang dibentuk dari mobil kereta bekas, adalah tempat di mana anak -anak diperlakukan secara manusiawi, mengingat kebebasan berekspresi yang mengembangkan potensi mereka sesuai dengan keunikan mereka sendiri.

Latar belakang sosial novel ini sangat kental dengan suasana Jepang tahun 1930 hingga 1940-an, dan pendidikan di Jepang masih kaku, menekankan akademik dan kepatuhan, dan tidak memperhatikan kebutuhan psikologis dan kreativitas anak-anak. Dianggap nakal dan sulit di sekolah-sekolah awal, Totto-chan menemukan rasa bahagia dan pengakuan yang diterima di Tomoe Gakuen. Bagi orang yang percaya diri, mandiri dan simpatik, hingga perjalanan Totto-chan dikeluarkan dari sekolah formal, menunjukkan pentingnya pendekatan pendidikan yang menghormati sifat kemanusiaan anak.

Dalam konteks sosiologi sastra, novel Totto-chan dapat dianalisis sebagai bagian dari refleksi dan kritiknya terhadap sistem pendidikan yang cocok dengan masyarakat Jepang pada saat itu. Menurut Wellek dan Warren, teori sosiologi sastra ada sebagai cerminan masyarakat dan masyarakat. Teori ini menekankan bahwa karya sastra berfungsi tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengekspresikan, mengkritik, dan bahkan mempengaruhi nilai-nilai, norma, dan struktur sosial masyarakat. Jadi novel Totto-chan tidak hanya menunjukkan realitas pendidikan Jepang pra-Perang Dunia II, tetapi juga menawarkan alternatif pendidikan kemanusiaan dan inovatif.
 
Pendekatan Wellek Warren terhadap sosiologi sastra menekankan pentingnya menganalisis bagaimana nilai-nilai sosial, budaya dan pendidikan terwujud dalam karya sastra dan bagaimana bekerja dengan pembaca dan komunitas yang lebih luas berinteraksi. Novel Totto-chan sangat relevan karena mereka tidak hanya mencerminkan negara-negara pendidikan masa lalu, tetapi juga mendorong pembaca dari berbagai generasi dan negara untuk memikirkan kembali praktik praktik pendidikan yang lebih manusiawi dan terintegrasi. Melalui kisah Totto-chan, pembaca diajakuntuk melihat betapa pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang menyampaikan keamanan, kebebasan berekspresi, dan terima kasih atas keunikan nilai-nilai masing-masing anak yang sangat relevan dalam konteks pendidikan modern.


Pendekatan Sosiologi Sastra Wellek-Warren

Menurut Wellek dan Warren, sosiologi sastra adalah pendekatan yang menempatkan karya sastra sebagai bagian dari realitas sosial. Karya sastra tidak hanya mencerminkan masyarakat, tetapi juga membentuk dan mempengaruhi pemahaman pembaca tentang nilai-nilai sosial. Pendekatan ini menyoroti bagaimana nilai-nilai sosial, budaya dan pendidikan terwujud dalam karya sastra, dan bagaimana interaksi karya tersbeut dengan pembaca dan masyarakat. Dalam konteks Totto-chan, pendekatan sosiologi sastra memungkinkan untuk memahami bagaimana novel ini mempresentasikan pendidikan yang humanis dan inovatif sebagai respon terhadap sistem pendidikan yang ketat dan tidak banyak mengamati kebutuhan anak.


Pendidikan Humanis dalam Totto-chan

Pendidikan humanis adalah pendidikan yang menempatkan manusia sebagai pusat proses pembelajaran. Dalam novel Totto-chan, nilai pendidikan kemanusiaan direalisasikan melalui empat aspek utama, yaitu bebas, dimanusiakan, demokratis, dan dialogis. Pak Kobayashi menerapkan metode pembelajaran yang membebaskan anak sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Anak-anak memiliki kebebasan untuk memilih pelajaran yang ingin mereka pelajari terlebih dahulu, sehingga mereka merasa dihargai dan dapat dipercaya.

Selain itu, pendidikan Tomoe Gakuen menekankan aspek-aspek kemanusiaan, yaitu memperlakukan setiap anak sebagai individu yang unik dan berharga. Anak-anak difabel, seperti Yasuaki Chan, disambut dengan tangan terbuka dan diperlakukan sama dengan anak-anak lain. Ini menunjukkan penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kesetaraan dalam pendidikan. Pendidikan demokratis juga dapat dilihat dalam cara anak-anak diajak untuk terlibat dalam berdebat, berdiskusi dan membuat keputusan di sekolah. Dialog antara guru dan siswa juga sangat diprioritaskan, sehingga anak-anak merasa didengar dan dihargai pendapatnya.


Inovasi dalam Pendidikan di Tomoe Gakuen

Tomoe Gakuen juga dikenal karena inovasi pendidikannya. Metode pembelajaran yang digunakan sangat beragam, seperti pembelajaran di luar ruangan, tanya jawab, demonstrasi, simulasi, dan ceramah. Metode ini bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi anak, secara intelektual, emosional dan sosial. Belajar di luar kelas memungkinkan anak-anak untuk belajar langsung dari alam, tidak hanya memberikan pengetahuan kognitif tetapi juga pengalaman konkret yang memperkaya pemahaman mereka tentang dunia.

Selain itu, Tomoe Gakuen juga menggunakan pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif seperti euritmik (musik), latihan berbicara di depan umum, dan kegiatan bercerita. Para guru di sekolah ini tidak pernah memarahi murid, melainkan selalu memuji, memberi nasihat dan kepercayaan pada mereka. Ini bertujuan untuk membangun kepercayaan diri dan kepribadian positif pada anak -anak.


Nilai Sosial dalam Pendidikan Humanis dan Inovatif

Pendidikan humanis dan inovatif di Tomoe Gakuen juga menanamkan nilai-nilai sosial yang penting, seperti saling membantu, kepedulian, kemandirian, menghormati lingkungan, dan empati. Anak-anak diajarkan untuk saling menghormati, bekerja sama dan peduli pada sesama. Nilai-nilai ini sangat relevan dalam membentuk kepribadian anak yang siap hidup dalam masyarakat yang semakin kompleks dan beragam.

Dari perspektif sosiologi sastra, nilai-nilai sosial yang ditanamkan oleh pendidikan di Tomoe Gakuen mencerminkan keinginan penulis untuk memberikan pendidikan alternatif yang lebih manusiawi dan terintegrasi. Novel ini bukan hanya kritik terhadap sistem pendidikan yang ketat, tetapi juga menjadi inspirasi bagi pembaca untuk menerapkan nilai-nilai humanis dan inovatif dalam pendidikan sehari-hari.


Interaksi Karya Sastra dengan Masyarakat

Menurut teori Wellek-Warren, karya sastra tidak hanya mencerminkan masyarakat, tetapi juga membentuk pemahaman pembaca tentang realitas sosial. Novel Totto-chan telah memengaruhi banyak pembaca di Jepang dan negara lain, memungkinkan untuk melihat pendidikan dari perspektif yang lebih humanis dan inovatif. Novel ini juga digunakan sebagai bahan pengajaran di sekolah-sekolah Jepang, terutama untuk pelajaran bahasa dan etika. Ini menunjukkan bahwa karya sastra dapat menjadi alat yang efektif untuk perubahan sosial.


Novel Totto-chan Si Gadis Kecil di Tepi Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi merupakan contoh konkret tentang bagaimana pendidikan yang humanis dan inovatif dapat terwujud. Melalui pendekatan Welek Warren mengenai sosiologi sastra, kita dapat memahami bahwa novel ini tidak hanya mencerminkan realitas pendidikan Jepang, tetapi juga memberikan alternatif dan inspirasi bagi dunia pendidikan di seluruh dunia. Nilai-nilai pendidikan humanis, seperti inovasi dalam metode pembelajaran, kebebasan, demokratis, dialog, dan memanusiakan, membentuk karakter anak-anak Tomoe Gakuen menjadi individu yang percaya diri, kreatif dan peduli pada sesame.

Pendekatan Sosiologi sastra membantu untuk melihat bahwa karya sastra seperti Totto-chan tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media perubahan sosial yang dapat mengubah paradigma pendidikan dengan cara yang lebih manusiawi dan terintegrasi. Oleh karena itu, pendidikan humanis dan inovatif bukan hanya mimpi, tetapi juga sesuatu yang dapat dicapai melalui komitmen dan kolaborasi antara pendidik, siswa dan semua elemen masyarakat.


Penulis:
Azizah Hanifah
Mahasiswa Sastra Jepang 
Universitas Andalas


Daftar Pustaka:
Krissandi, A. D., & Setiawan, K. A. (2019). Menyelami Metode Pendidikan Humanistik Sosaku Kobayashi dalam Novel Totto Chan: The Little Girl At The Window Karya Tetsuko Kuroyanagi. Jurnal Undip IZUMI, 30.

Sukma, D. (2024). Membongkar Kreativitas Pendidikan: Analisis Konsep Pedagogi dalam Totto Chan. Jurnal Kajian Konseling, 3.

Suliastini, L. (2015). Nilai-nilai pendidikan humanis Dalam novel totto-chan gadis cilik di jendela karya Tetsuko Kuroyanagi. Etheses UIN K. H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, 21.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Silahkan komen guys..
EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)