Analisis Penokohan pada Karakter Totto-Chan dalam Novel Totto-Chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela Menggunakan Teori Sigmund Freud

 



Campusnesia.co.id - Novel Totto-chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela merupakan karya autobiografi yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi, seorang aktris dan presenter terkenal asal Jepang. Novel ini menceritakan pengalaman masa kecil Tetsuko sebagai Totto-chan, seorang gadis kecil yang dianggap “bermasalah” di sekolah umum, namun menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh di sekolah alternatif Tomoe Gakuen.

Tema yang diangkat dalam esai ini adalah penokohan Totto-chan sebagai karakter utama dalam novel tersebut. Penulis memilih tema ini karena karakter Totto-chan sangat unik, dinamis, dan penuh dengan ekspresi jiwa anak-anak yang belum banyak dikaji secara mendalam dari sudut pandang psikologi.
Esai ini akan membahas bagaimana karakter Totto-chan dibentuk dan berkembang dalam cerita dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, khususnya pembagian struktur kepribadian menjadi id, ego, dan superego. Analisis ini bertujuan untuk memahami lebih dalam aspek psikologis dalam diri Totto-chan serta bagaimana lingkungan memengaruhi pertumbuhan kepribadiannya.


Pembahasan

Pada setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar penelitian dapat dilakukan dengan lebih fokus dan terarah. Penelitian ini membatasi permasalahan pada struktur kepribadian id, ego dan superego pada tokoh Totto-chan dalam novel Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi dengan menggunakan kajian Psikologi Sastra Sigmund Freud.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah masalah pada id karakter Totto-Chan pada novel Totto-Chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela?

2) Bagaimanakah masalah pada ego karakter Totto-Chan pada novel Totto-Chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela?

3) Bagaimanakah masalah pada super ego karakter Totto-Chan pada novel Totto-Chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela?


1. Masalah pada Id Karakter Totto-Chan

Id adalah komponen kepribadian yang primitif dan naluriah. Freud menggambarkan id sebagai "panci penuh gairah yang mendidih" yang penuh dengan energi yang berusaha untuk segera dilepaskan .

Id adalah bagian dari alam bawah sadar yang berisi semua dorongan dan impuls, termasuk apa yang disebut libido, sejenis energi seksual umum yang digunakan untuk segala hal mulai dari naluri bertahan hidup hingga apresiasi seni.

Id adalah bagian impulsif (dan tidak sadar ) dari jiwa kita yang merespons secara langsung dan segera terhadap dorongan, kebutuhan, dan keinginan dasar.

Kepribadian anak yang baru lahir seluruhnya adalah id, dan baru kemudian berkembang ego dan superego.Yang terpenting, id tidak memiliki rasa benar atau salah. Id bersifat amoral – hanya peduli dengan pemenuhan kebutuhan naluriah.

Kebebasan berekspresi Totto-chan sangat dipengaruhi oleh dorongan id yang kuat dalam dirinya. Ia menunjukkan rasa ingin tahu dan keinginan untuk bertindak bebas tanpa memikirkan aturan. Misalnya, saat ia berkali-kali membuka dan menutup meja tulis hanya karena penasaran, atau ketika ia berbicara tanpa henti di kelas lama tanpa menyadari bahwa tindakannya dianggap mengganggu. Tindakan-tindakan ini muncul sebagai ekspresi spontan dari dirinya yang belum dipengaruhi norma atau pertimbangan sosial, mencerminkan karakter alami anak-anak yang masih digerakkan oleh dorongan id. Berikut kutipannya:

“Tiba-tiba Mama mengerti mengapa Totto-chan sering sekali membuka dan menutup mejanya. Dia ingat bagaimana bersemangatnya Totto-chan waktu pulang sekolah di hari pertama. Katanya “Sekolah asyik sekali! Mejaku di rumah ada lacinya yang bisa ditarik, tapi meja di sekolah ada tutupnya yang bisa dibuka ke atas. Meja itu seperti peti, dan kita bisa menyimpan apa saja didalamnya. Keren sekali!” (GCDJ,2008:13)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Id tokoh selalu menghindari ketidaknyamanan terhadap orang lain. Tottochan mempunyai tingkah laku yang selalu ingin tahu dalam hal dimana dia berada dalam situasi yang membuat mencari perhatian terhadap orang lain. Dapat disimpulkan bahwa Id yang baik selalu menghindar dari ketidaknyamanan seseorang terhadap orang lain. Sehingga, orang lain sangatlah dirugikan dan ada dampaknya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah lamanya. Sehingga, Mama akan mencari sekolah baru untuk Totto-chan.


2. Permasalahan pada Ego Karakter Totto-Chan

Ego Freud adalah bagian rasional dari jiwa yang menengahi antara hasrat naluriah id dan batasan moral superego, yang beroperasi terutama pada tingkat kesadaran.

Ego adalah “bagian dari id yang telah dimodifikasi oleh pengaruh langsung dari dunia luar.” (Freud, 1923, hal. 25)

Ego (bahasa Latin untuk "aku") adalah satu-satunya bagian dari kepribadian yang sadar. Itulah yang disadari seseorang ketika mereka berpikir tentang diri mereka sendiri dan apa yang biasanya mereka coba proyeksikan kepada orang lain.

Ego berkembang untuk menjadi penengah antara id yang tidak realistis dan dunia luar yang nyata. Ego merupakan komponen kepribadian yang mengambil keputusan.  Idealnya, ego bekerja berdasarkan akal sehat, sedangkan id bersifat kacau dan tidak masuk akal.
Seiring masuk ke Tomoe Gakuen, kebebasan berekspresi Totto-chan mulai diimbangi oleh ego yang berkembang. Di sekolah ini, ia diberi ruang untuk memilih pelajaran sendiri dan mengekspresikan ide-idenya, tetapi juga mulai belajar memahami batasan dan realitas sosial. Misalnya, ketika ia mulai menyadari pentingnya mendengarkan teman dan menghargai perasaan orang lain. Di sinilah ego bekerja sebagai penengah antara keinginan bebasnya dengan lingkungan sekitarnya, membuat Totto-chan tetap bisa mengekspresikan diri dengan cara yang lebih sesuai dan diterima oleh orang lain. Berikut kutipannya:

“Tapi Totto-chan tidak menangis. Ia khawatir kalau ia menangis, Yasuaki-chan mungkin akan ikut menangis. Akhirnya Totto-chan memegangi tangan kawannya yang jari-jarinya saling melekat akibat sakit polio. Telapak tangan Yasuaki-chan lebih besar dari telapak tangan Totto-chan dan jari-jarinya lebih panjang. Lama gadis cilik itu memegangi tangan kawannya. Kemudian ia berkata, “Berbaringlah. Akan kucoba menarikmu ke sini.” (GCDJ, 2012:83)

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Yasuaki-chan merupakan anak yang memiliki pertumbuhan tubuh yang tidak sempurna. Tubuhnya jauh lebih kecil dari teman-teman sebayanya. Lengan dan tungkai kakinya sangat pendek dan melengkung ke dalam, tapi bahunya kekar. Terlahir sebagai anak yang memiliki pertumbuhan fisik tidak normal membuat Yasuaki-chan memiliki rasa kurang percaya diri.

Usaha Totto-chan pun berhasil dapat menarik tangan Yasuaki-chan dan mereka pun sampai di lekuk cabang pohon. Totto-chan memiliki rasa empati kepada temannya sehingga timul rasa belas kasihan terhadap kondisi tersebut sehingga timbul rasa ingin melindungi. Terlihat pada saat ia dapat membantunya untuk menaiki cabang pohonnya tersebut, ia akan menolongnya karena ada rasa iba yang timbul pada dirinya.


3. Permasalahan pada Super Ego Karakter Totto-Chan
Superego menurut Freud adalah komponen moral jiwa, yang mewakili nilai-nilai dan standar sosial yang terinternalisasi. Ia bertentangan dengan keinginan id, yang mengarahkan perilaku menuju kebenaran moral dan menimbulkan rasa bersalah ketika standar tidak terpenuhi.

Superego (bahasa Latin untuk "di atas-aku" atau "di atas ego") menggabungkan nilai-nilai dan moral masyarakat, yang dipelajari dari orang tua dan orang lain. Ia berkembang sekitar 3 – 5 tahun selama tahap falik perkembangan psikoseksual. Superego berkembang selama masa kanak-kanak awal, usia 3-6 tahun (ketika anakmengidentifikasi diri dengan orang tua sesama jenis) dan bertanggung jawab untukmemastikan standar moral dipatuhi. Melalui proses ini, jiwa anak menyerap (menyerap)aturan-aturan orang tua: “Kamu boleh” dan “Kamu tidak boleh.”

Superego beroperasi berdasarkan prinsip moralitas dan memotivasi kita untuk berperilaku dalam cara yang bertanggung jawab dan dapat diterima secara sosial. Superego dipandang sebagai pemberi penghargaan (perasaan bangga dan puas) dan hukuman (perasaan malu dan bersalah), tergantung pada bagian mana (ego-deal atau kesadaran) yang diaktifkan.

Lingkungan Tomoe Gakuen yang hangat dan penuh pengertian juga menumbuhkan superego dalam diri Totto-chan. Ia mulai memahami nilai-nilai moral dan pentingnya memperhatikan orang lain. Dalam kebebasan berekspresi yang ia nikmati, tumbuh pula kesadaran bahwa tidak semua keinginan harus dituruti jika itu melukai atau mengganggu orang lain. Ia belajar menunjukkan empati, menghargai teman yang berbeda, dan menyadari bahwa kebebasan yang sejati juga mengandung tanggung jawab. Superego ini menjadi pondasi bagi cara Totto-chan mengekspresikan  diri secara lebih matang dan penuh pertimbangan. Berikut kutipannya:

“Sejak saat itu Totto-chan harus mendengarkan lawakan radio secara diam-diam jika Mama dan Papa sedang tidak di rumah.” (GCDJ, 2008:64)

Dari data di atas terdapat Superego yang dimana Totto-chan tidak bisa memahami apa yang dimaksud keinginan Mama. Superego di dorong oleh represi yang selalu menghindar ketidaknyamanan untuk dilarang oleh orang lain termasuk orang tua sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa Superego yang baik menyatakan bahwa sikap Totto-chan tidak bisa di percaya oleh Mama untuk mendengarkan radio lagi, dikarenakan Mama takut Totto-chan melakukan hal-hal atau ucapan atas mendengarkan radio tersebut.


1. Kesimpulan

Analisis terhadap karakter Totto-chan dalam novel Totto-chan: Gadis Kecil di Tepi Jendela menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud menunjukkan bahwa perkembangan kepribadian Totto-chan sangat dipengaruhi oleh tiga struktur utama jiwa: id, ego, dan superego.

1) Id Totto-chan tercermin dalam dorongan naluriah dan spontan yang ditunjukkannya, seperti rasa ingin tahu, kebebasan berekspresi, dan tindakan impulsif yang belum dipengaruhi oleh norma sosial.

2) Ego Totto-chan mulai berkembang seiring dengan pengalamannya di lingkungan sekolah Tomoe Gakuen, di mana ia belajar menyeimbangkan keinginannya dengan realitas sosial, serta mulai memahami pentingnya menghargai perasaan orang lain.

3) Superego Totto-chan tumbuh melalui interaksi dengan lingkungan yang penuh kasih dan pengertian, sehingga ia mulai memahami nilai moral, tanggung jawab, serta belajar membedakan antara benar dan salah berdasarkan standar sosial yang diajarkan oleh orang tua dan lingkungan sekolah.

Secara keseluruhan, karya ini menunjukkan bahwa karakter Totto-chan merupakan gambaran perkembangan psikologis anak yang sehat dan dinamis, serta menjadi contoh bagaimana lingkungan yang suportif dapat membantu membentuk kepribadian anak secara utuh dalam konteks teori Freud.


Penulis: 
Haziq Akma Anggara
Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas



Referensi:
https://www.simplypsychology.org/psyche.html

Inas, RR Keisha Putri. "Kepribadian Anak Dalam Novel" Gadis Cilik Dijendela" Karya Tetsuko Kuroyanagi (Kajian Psikologi Sastra Sigmund Freud)."

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Silahkan komen guys..
EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)