Novel Madogiwa no Totto-Chan karya Kuroyanagi Tetsuko
Campusnesia.co.id - Pendidikan merupakan salah satu menjadi fondasi utama untuk seseorang dalam pembentukan, pengembangan karakter, serta kepribadian seseorang. Melalui proses pendidikan setiap individu yang menempuh dunia pendidikan tidak hanya mendapat pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga dapat membentuk identitas diri setiap individu dan akhirnya menemukan tempatnya di dunia. Namun, dikarenakan banyaknya sistem pendidikan yang kaku, sering kali mengakibatkan pengabaian terhadap keberagaman potensi dan kondisi unik yang dimiliki oleh setiap individu yang menempuh jenjang pendidikan. Dalam konteks ini, munculnya pendidikan yang lebih humanistik dan tentunya lebih berbeda dengan kebanyakan sekolah.
Pada tahun 1970, muncul teori pendidikan humanistik. Menurut Mastubu (2003: 136) Kata humanistik pada hakikatnya merupakan sebuah pendekatan dalam dunia pendidikan. Dengan kesimpulan, dalam teori ini pendidikan menyajikan dan menggunakan pendekatan humanistik dalam pengajarannya terhadap para murid yang ada dalam pada novel “Madogiwa no Totto-chan”. Dengan contohnya pada saat Totto memasuki sekolah Tomoe Gakuen, kebanyakan para murid diajarkan bagaimana cara mengembangkan diri dengan keinginan masing-masing serta bagaimana cara menerima suatu perbedaan di antara para murid lainnya.
Terlebih dari pada itu, penerimaan diri kebebasan dalam berekspresi juga menjadi hal yang sangat ditonjolkan dalam novel ini. Dalam ceritanya, anak-anak dibiarkan dengan bebas mengutarakan keinginannya seperti pendapat, mengeksplorasi dunia luar seperti anak-anak kebanyakan meloncat ke usia enam tahun, serta memilih apa pun kegiatan yang mereka sukai. Dengan begini anak-anak dari dalam sudut psikologis dapat berkembang dengan sempurna tanpa adanya hambatan dari luar dan lebih bisa dalam menghargai suatu perbedaan di antara mereka dengan sudut pandang teori humanistik.
Dalam sudut pandang psikologi sastra, Totto merupakan penggambaran yang kuat tentang pertumbuhan psikologis seorang anak yang tumbuh di lingkungan yang penh dengan suportif dan kasih sayang dari tokoh lain. Salah satu tokoh tokoh dalam psikologi sastra yang berkaitan dengan masalah psikologi pada tokoh adalah Abraham Maslow. Psikologi humanistik yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dikenal sebagai teori tingkat kebutuhan (hierarchy of needs) (Wulandari dkk, 2017). Menurut Abraham Maslow, kebutuhan manusia terdiri dari lima tingkatan. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi dari tingkatan yang paling rendah ke yang paling tinggi, yaitu kebutuhan fisiologis sampai ke tingkatan yang paling tinggi yaitu pada tahap aktualisasi diri (Sumarwan, 2011).
Gambar 1
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Sumber: https://www.simplypsychology.org/
Dalam pandangan Maslow, pembaca dapat memahami bagaimana sistem pendidikan yang diceritakan dalam novel mampu memenuhi kebutuhan atau mengakomodasikan semua level kebutuhan manusia. Karena, pendidikan yang mengutamakan emosi, ekspresi, dan keberagaman dapat melahirkan individu yang sehat dan kuat dalam psikologis.
Gambaran Pengarang Novel, Pendidikan Jepang, dan Tokoh Cerita
1. Tetsuko Kuroyanagi Selaku Pengarang
Tetsuko Kuroyanagi merupakan seorang aktris Jepang, penulis buku, pembawa acara talk show terkenal di Jepang dan selaku menjadi Goodwill Ambassador untuk UNICEF. Selain itu, dia juga menulis novel tentang “窓ぎわのトットちゃん” pada tahun 1981. Beliau juga mendapatkan piala aktris terbaik yang dipilih oleh “Persatuan Pembuat Skenario Drama ke 1”, “Muktamar Penyiar Wanita se-Jepang”, “Piala TV, dll”. Selain itu pada tahun 1981, terpilih menjadi juara pertama untuk yang keempat kalinya secara berturut-turut sebagai “Pembawa Acara Terbaik”.
Tetsuko menulis buku perdananya yang berbentuk memoir pada tahun 1981 yaitu “Totto-chan: The Little Girl at the Window”. Judul memoir ini meraih kesuksesan dan menjadi buku terlaris di Jepang. Pada tahun 1984 buku ini pertama kali diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Dorothy Britton dan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela.
2. Pendidikan Jepang
Dalam novel ini mengambil latar pendidikan yang mana terletak pada masa perang pasifik. Pada saat itu pendidikan sangat diajarkan dalam menghargai negara serta menanamkan sifat patriotisme kepada anak. Hal ini menyebabkan ada beberapa anak yang merasa dikekang dengan sistem pemerintahan dan aturan pendidikan di Jepang.
Keunikan dan perbedaan individualitas sering kali tidak begitu dihargai pada tahun tersebut, yang mana siswa didorong untuk menyesuaikan diri dengan kelompok masing-masing. Ini dapat menyebabkan lonjakan angka penindasan oleh seorang petinggi kepada orang yang memiliki kondisi yang spesial pada saat itu. Selain itu, minimnya ruang untuk berekspresi dan kreativitas dapat memicu anak untuk tidak bebas dalam mengeksplorasi dunianya. Dikarenakan, pendidikan pada zaman tersebut cenderung kaku dan penuh dengan sistem hafalan.
3. Tokoh Totto dalam Novel
Totto-chan selaku tokoh utama dalam novel “Madogiwa no Totto-chan” merupakan penggambaran dari suatu anak yang mempunyai sifat keingintahuan yang tinggi, enerjik, serta memiliki kepribadian yang sangat unik dari orang lain. Dalam awal cerita, ia digambarkan dengan anak yang dianggap bermasalah dengan kutipan.
“Putri Nyonya mengganggu seluruh kelas. Silahkan memindahkannya ke sekolah lain”. (Totto, 1985, 11).
Karena sering Totto dalam melakukan hal yang dapat mengganggu pelajaran berlangsung pada saat jam pelajaran masih berjalan, Ibu guru sudah tidak tahan dengan sifat Totto yang sangat hiperaktif dalam melakukan sesuatu. Dalam sifat Totto yang seperti ini Totto sering kali mendapatkan perlakuan yang tidak disenangi oleh gurunya dengan menyuruh Ibu Totto untuk memindahkannya ke sekolah lain.
Pada Akhir cerita, penggambaran tokoh Totto bagai mencerminkan pentingnya kebebasan berekspresi dalam masa kanak-kanak dengan sering bersahabat dengan anak-anak murid lain walaupun merupakan orang yang difabel (disabilitas) dan memahami penderitaan temannya ketika menangis dengan penuh rasa empati.
Analisis
a. Kebutuhan Rasa Aman (Psyological Needs)
Dalam teori Abraham Maslow yang kedua, kebutuhan ini merujuk kepada kebutuhan untuk merasa aman dan terlindungi dari segala bahaya baik secara fisik maupun secara emosional. Kebutuhan ini juga merupakan kebutuhan tingkat kedua setelah pemenuhan kebutuhan fisiologis tokoh. Selain itu, kebutuhan kemanan juga mencakup; keamanan fisik, finansial, kesehatan, dan hukum. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi makan akan sulit untuk menaiki tingkat merasa dicintai dan dihargai.
Dalam novel “Madogiwa no Totto-chan”, kebutuhan akan rasa aman dapat dipenuhi di dalam novel ini dengan adanya kutipan:
“Nanti kembalikan lagi kepada tempatnya, ya?” (Totto, 1985, 44)
Sebelum menarik kesimpulan, hal yang dilakukan Totto sebelum mendapatkan kata tersebut adalah pada saat waktu dia mencari dompet yang hilang di septic tank, pada saat itu Totto berusaha mencari dompet itu dengan membongkar semua isi septic tank yang ada hingga membuat tanah dari tempat sekolah itu kotor dan bau. Setelah kepala sekolah Kobayashi datang untuk mengecek Totto, alih-alih tidak memarahi Totto dalam melakukan tindakannya, tetapi malah mendukungnya dengan membiarkan dia melakukan perbuatan itu dengan syarat bersihkan kembali sisa septic tank nya.
Hal ini dapat membuktikan bahwa Pak Kobayashi tidak memarahi Totto dalam melakukan pencariannya, biasanya orang mana pun akan marah ketika melihat anak kecil yang bermain kotor-kotoran. Dalam hal ini, Totto telah memenuhi kebutuhan psikologisnya yaitu “Rasa Aman” dari Pak Kobayashi tanpa memarahi dan mengenakan hukuman kepada Totto.
b. Merasa Dicintai dan Memiliki (Love and Belongings)
Dalam teori Abraham Maslow yang ketiga merujuk kepada kebutuhan manusia untuk merasa dicintai, diterima, dan memiliki ikatan sosial dengan orang lain. Kebutuhan ini berada di tingkat ketiga dalam hirarki setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Jikalau kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka seseorang tak dapat untuk melanjutkan ke tingkat Penghargaan Diri (Esteem Needs).
Dalam novel “Madogiwa no Totto-chan”, kebutuhan akan Merasa Dicintai dan Memiliki dapat dipenuhi di dalam novel ini dengan adanya kutipan:
“Anak yang baik. Ayah dan Ibumu pasti Senang”
“Rocky Juga!” (Totto, 1985, 144)
“Kau sebenarnya anak yang baik!” (Totto, 1985, 130)
Pada kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Ibu yang ditemukan uangnya oleh Totto menerima Totto dengan baik dan memuji Totto dengan kata yang sering diucapkan oleh Pak Kobayashi kepadanya. Hal ini menjadikan tokoh Totto mulai merasa dirinya diterima dan dicintai oleh orang-orang di sekitarnya.
Terlebih pada kutipan tersebut mengatakan fakta bahwa anjing Totto yang sangat menyayangi Totto bagaimanapun dan kapan pun serta keluarga Totto sangat menerima dan menyayangi Totto apa yang dia perbuat. Hal ini menandakan Totto telah dicintai dan merasa dimiliki oleh Keluarganya.
c. Penghargaan Diri (Esteem Needs)
Dalam teori keempat dari Abraham Maslow ada penghargaan diri, ini merujuk pada rasa percaya diri, penghargaan pada diri sendiri, dan penghargaan daripada orang lain, seperti pengakuan status, dan kehormatan. Tanpa adanya pemenuhan dari penghargaan diri seseorang, seseorang tidak bisa melanjutkan ke tahap terakhir yaitu tahap aktualisasi diri.
Dalam novel “Madogiwa no Totto-chan”, kebutuhan Penghargaan Diri dapat dipenuhi di dalam novel ini dengan adanya kutipan:
“Oleh orang lain kau dianggap anak nakal karena berbagai sebab. Tapi sebenarnya sifatmu tidak jelek dan kau mempunyai kelebihan-kelebihan.” (Totto, 1985, 13)
“Bapak Menyukai Ini?”
“Ya, Bapak pikir itu bagus!” (Totto, 1985, 111)
Berdasarkan kutipan di atas, menggambarkan Totto-chan yang diangkat harga dirinya oleh Pak Kobayashi yang biasanya Totto dianggap aneh oleh orang luar. Dalam kutipan ini, dapat jelas bagaimana Pak Kobayashi meyakinkan bahwa Totto merupakan anak yang baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan tersendiri. Walaupun Totto dapat menyadari maknanya ketika sudah beranjak dewasa, tetapi fakta bahwa Totto itu sudah dihargai secara luar dan dalam oleh Pak Kobayashi dalam melanjutkan Aktualisasi diri Totto. Hal ini dapat memicu Totto untuk menjadi anak yang lebih baik lagi dan terus untuk melangkah kedepan.
Setelah itu, pada kutipan kedua bapak sekolah Kobayashi sangat menghargai bagaimana rambut kepang dari Totto yang sedang di bully oleh seorang murid dari Tomoe Gakuen akan model rambutnya. Dengan begitu, Kepala sekolah langsung memuji bagaimana model rambut Totto demi membuatnya berhenti menangis karna diledek sama orang lain. Hal ini membuat kepribadian dan gaya dari Totto lebih dihargai oleh kepala sekolah.
d. Aktualisasi Diri (Self-Actualization)
Dalam teori kelima dari Abraham Maslow adanya Aktualisasi diri dari seorang tokoh. Ini merupakan puncak dari kebutuhan manusia, yang mempunyai keinginan untuk mencapai potensi penuh dan menjadi individu yang sepenuhnya berkembang, termasuk mengembangkan kelebihan-kelebihan dan kualitas diri.
Dalam novel “Madogiwa no Totto-chan”, kebutuhan Penghargaan Diri dapat dipenuhi di dalam novel ini dengan adanya kutipan:
“Kalau sudah besar nanti, saya akan menjadi guru di sini. Pasti!” (Totto, 1985, 164).
Pada kutipan diatas, karakter Totto mempunyai keinginan untuk mencapai titik potensi pada dirinya yaitu dengan menjadi guru yang akan menyadari seseorang bahwa pendidikan itu tak memandang status dan fisik seseorang. Aktualisasi ini tumbuh pada saat Totto ingin menjadi versi terbaik dari dirinya yaitu dengan menjadi guru di Tomoe Gakuen dengan mempunyai pola pengajaran nya masing-masing. Pada saat itupun Totto berjanji kepada Pak Kobayashi untuk menjadi guru di Sekolah Tomoe. Keinginan dari seorang individu untuk mencapai versi yang lebih baik dari dirinya merupakan kunci dari Aktualisasi diri.
Melalui novel “Madogiwa Totto-Chan” dapat disimpulkan bahwa dalam novel tersebut dapat membuat para pembaca dapat menyaksikan bagaimana pendidikan yang mengedepankan penerimaan diri dan kebebasan berekspresi mampu membentuk kepribadian dan psikologis anak. Tokoh utama yang tumbuh dengan penuh semangat, empatik, dan percaya diri karena dalam berada di lingkungan yang tepat.
Dengan pendekatan dari Abraham Maslow, dapat dilihat bahwa pemenuhan kebutuhan dasar seperti rasa aman, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri sangat penting dalam membentuk potensi dan psikologi anak dalam dunia pendidikan. Novel ini juga menjadi kritik terhadap sistem pendidikan Jepang yang kaku atau rigid dan sekaligus menjadi inspirasi bahwa setiap anak berhak untuk berkembang dan tumbuh dalam lingkungan yang selalu menunjang dirinya.
Penulis:
Vierdy Raditya Pratama
Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang
Universitas Andalas
Daftar Pusataka:
Mastubu. 2003. “Teori Pendidikan Humanistik”. Bintang Asia: Jakarta.
Sumarwan, U. (2011). Perilaku konsumen: Teori dan penerapannya dalam pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Wulandari, T., Santoso, H. D., & Ocktarani, Y. M. (2017). Maleficents Personality Changes in Robert Stromberg’s Maleficent. English Language and Literature International Conference (ELLiC) Proceedings, 358–365. http://unimus.ac.id/index.php/ELLIC/view/2619.