Menanti Peran Lembaga Amil Zakat dalam Masalah Pinjaman Online di Perguruan Tinggi

 



Campusnesia.co.idAkhir bulan Januari 2024 ini, lini masa media sosial rame dengan keluhan mahasiswa dari kampus ITB yang keberatan membayar Uang Kuliah Pangkal atau UKT. Beberapa mahasiswa terancam cuti karena tidak sanggup membayar UKT dan beberapa diberikan pilihan mengambil pinjaman pendidikan.

Setidaknya ada dua permasalahan yang patut disimak dalam kasus kampus ITB ini. Pertama betapa mahalnya biaya pendidikan perguruan tinggi dan pilihan mengambil pinjaman pendidikan yang melibatkan pinjaman online berbunga.

Biang kerok mahalnya biaya di perguruan tinggi salah satunya dipicu perubahan status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTN-BH, mayoritas biaya pengembangan dan infrastruktur diserahkan ke masing-masing kampus. 

Idealnya setiap kampus memiliki unit usaha yang menguntungkan untuk menopang beban biaya tersebut misalnya dengan memiliki rumah sakit, peternakan, SPBU, penginapan dan hotel, penyewaan gedung, toko merchandise dan lain-lain. Namun unit-unit bisnis ini butuh proses hingga bisa mengahasilkan profit, selama proses tersebut jalan paling mudah mendapatkan uang adalah dari UKT mahasiswa dari jalur ujian mandiri yang diselenggrakan masing-masing kampus.

Dalam hal mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi ini yang berada di posisi terjepit adalah kelas menengah, bagi mereka yang kurang mampu ada solusi berupa beasiswa KPIK atau Bidik Misi, bagi yang kaya biaya tak jadi soal yang berada di tengah ini yang menjerit. Tidak jarang penentuan golongan UKT berdasar penghasilan orang tua juga menambah pelik masalah, sebagai contoh seorang mahasiswa yang orang taunya PNS biasa mendapat UKT dengan besaran hingga puluhan juta rupiah.

Masuk ke pembahasan kampus yang melibatkan pinjaman online, seakan tidak memberi ruang untuk melakukan banding keringanan dan penangguhan. Pembayaran biaya pendidikan disamakan dengan ketika belanja online dan pembeli tidak punya atau belum cukup uangnya. 

Dalam kasus yang terjadi di ITB, seorang mahasiswa yang mendapat UKT Rp 12,5 Juta diarahkan menggunakan pinjaman pendidikan dari Danacita dengan biaya platform 1,75 persen (lebih mirip ke bunga) jika memilih mencicil selama 12 bulan, cicilan per bulannya sebesar Rp 1.291.667 dan biaya persetjuan di awal 3 persen. Tak hanya ITB, Danacita sudah bekerjasama dengan 148 kampus di Indonesia baik yang negeri maupun swasta (Kumparan.com).

Student loan ini memang sudah tren di luar negeri, namun di Indonesia banyak pihak yang menyebut bertentangan dengan UU No 12/2012 tentang Pendidian Tinggi. Pasal 73 ayat (5) menyebutkan bahwa seleksi tidak boleh dikaitkan dengan tujuan komersil.


Menanti Peran Lembaga Amil Zakat
Saat ini selain mendesak agar pemerintah turun tangan memberi solusi saya berharap lembaga amil zakat juga turut serta memberi solusi. Salut dan angkat topi untuk masyarakat yang beberapa hari ini urunan saling membantu mahasiswa yang terkendala pembayaran UKT di ITB namun, gerakan crowdfunding seperti ini hanya bisa jadi solusi sementara, butuh sebuah program dan kebijakan yang bisa jadi jalan keluar jangka panjang.

Lembaga amil zakat menurut saya punya posisi strategis dan sangat mungkin menjadi bagian solusi. Sebelumnya saya apresiasi dulu setiap program beasiswa yang sudah diberikan selama ini, sebut saja Dompet Dhuafa dengan Etos id, Bhakti Nusa dan beasiswa lainnya.
Khusus untuk kelas menengah yang rawan masuk lubang pinjaman online, besar harapan lembaga amil zakat bisa membuat membuat program pinjaman pendidikan tanpa bunga. Seperti yang kita tahu bahwa bunga dalam pinjaman adalah riba dan termasuk dosa.

Pinjaman oleh lembaga amil zakat akan sangat bermanfaat, sebagaimana asal dananya yang merupakan infaq dan sedekah dari masyarakat tak perlu ada bunga karena orientasinya tidak harus menghasilkan laba. 

Selain tanpa bunga dan tidak termasuk riba, pinjaman pendidikan dari lembaga amil zakat bisa menerapkan prinsip pinjaman syariah misalnya jangka waktu pelunasan dan nominal angsuran lebih fleksibel, ketika sudah mampu bisa langsung dilunasi, jika ada uang lebih bisa diangsur lebih besar dari nominal seharusnya dan kalau telat sebaiknya tidak ada denda atau bunga.

Dengan demikian proses menuntut ilmu yang notabenenya adalah bagian dari ibadah tidak tercampur dengan hal riba sehingga diharapkan bisa lebih berkah hasilnya.

Apabila menggunakan dana sedekah dan sedekah kenapa harus dikembalikan? Pertama karena akadnya adalah pinjaman, siapa meminjam wajib mengembalikan, selain itu juga agar usia kebermanfaatan program bisa lebih panjang. Semakin tertib peminjam dalam mengembalikan pinjaman semakin banyak mahasiswa yang bisa mendapatkan bantuan.

Demikian sedikit sumbangsih pemikiran saya mengenai ramainya kasus UKT di kampus ITB dan Menanti Peran Lembaga Amil Zakat dalam Masalah Pinjaman Online di Perguruan Tinggi, semoga bermanfaat sampai jumpa.




Penulis
Achmad Munandar

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Silahkan komen guys..
EmoticonEmoticon