Analisis 6 Sebab Startup Edutech Zenius Bangkrut





Campusnesia.co.id - Semarang 04/01/2024. Kabar menyedihkan datang dari dunia Startup Edutech, Zenius yang sudah berdiri sejak tahun 2004 mengumumkan menghentikan operasinya secara sementara dalam surat pernyataan resmi yang beredar di sosial media X aka Twitter.

Setelah eksis 20 tahun menemani ribuan pelajar dalam belajar dari jenjang SD, SMP, SMA, UTBK, Ujian Mandiri dan persiapan masuk perguruan tinggi nyatanya harus menyerah karena kondisi.

Kejatuhan Zenius sebagai startup edutech menambah daftar panjang tumbangnya beberapa startup sejenis setelah sebelumnya startup Pahamify dan Refocus.

sumber gambar akun X twitter @ecommurz


Sejarah Startup Zenius

Mengutip laman id.wikipedia.org, PT Zona Edukasi Nusantara (Zenius Education) adalah perusahaan pendidikan berbasis teknologi asal Indonesia. Zenius menyediakan layanan akses pendidikan dalam format video berbahasa Indonesia yang disajikan secara online melalui website (zenius.net) dan aplikasi ponsel. Hingga Desember 2020, Zenius memiliki lebih dari 16 juta pengguna.

Zenius hadir sebagai bentuk revolusi pendidikan di Indonesia dengan mengedepankan cara berpikir kritis, logis, rasional, dan pengetahuan sains yang terintegrasi terhadap semua pelajar Indonesia. Zenius bercita-cita mencetak generasi Indonesia yang memahami ilmu pengetahuan dan cinta belajar, ketimbang menjadi generasi penghafal.

Zenius didirikan pada tahun 2004 oleh Sabda PS, Wisnu Subekti, dan Medy Suharta. Pada awalnya, Zenius berdiri sebagai bimbingan belajar offline. Di tahun 2005, Zenius mulai meluncurkan materi pembelajaran dalam bentuk CD. Materi pembelajaran tersebut difokuskan untuk anak SMA sebagai persiapan masuk SPMB.

Di tahun 2007, Zenius Education resmi berdiri dan berbadan hukum sebagai perusahaan perseroan terbatas. Lalu pada 2010, Zenius meluncurkan situs pembelajaran pertama di Indonesia melalui Zenius.net.

Pada bulan Juli 2019, semua materi dan fitur belajar Zenius sudah bisa diakses melalui Zenius App yang tersedia di Play Store dan App Store.

Dalam rangka membantu pemerintah Indonesia dalam mewujudkan \non-tatap muka di tengah pandemi, pada Desember 2019, Zenius menggratiskan lebih dari 80.000 video materi pelajarannya. Hingga kini, Zenius masih menawarkan lebih dari 100.000 konten materi pelajaran yang bisa diakses secara gratis.

Pada Februari 2020, Zenius mendapat pendanaan seri-A dari Northstar Group, Kinesys Group, dan BeeNext. Selain itu juga ada pergantian CEO, yang sebelumnya diisi oleh Sabda PS, lalu dilanjutkan oleh Rohan Monga, ex COO Gojek.

Di awal tahun 2021, Zenius kembali mendapatkan pendanaan pra-seri B dari Alpha JWC Ventures, OpenSpace Ventures, dan investor yang sebelumnya telah tergabung di pendanaan seri-A.

Pada Maret 2022, Zenius meraih pendanaan dari MDI Ventures, perusahaan modal ventura yang merupakan anak dari perusahaan Telkom Indonesia. Investor terdahulu, yaitu Northstar Group, Alpha JWC, Openspace Ventures, dan investor baru, Beacon Venture Capital, perusahaan ventura dari Kasikorn Bank, turut bergabung dalam putaran pendanaan ini.

Pada Juli 2020, Zenius melakukan rebranding dengan mengubah logo, visual, dan tagline mereka untuk menandai evolusi Zenius dalam upaya menghadirkan masa depan pendidikan kepada setiap individu di Indonesia. Setelah itu, pendapatan Zenius tumbuh lebih dari 70% pada semester II-2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Zenius mengadopsi teknologi kecerdasan buatan untuk memberikan fitur pembelajaran adaptif. Teknologi AI yang sudah dikembangkan oleh Zenius ditempatkan pada dua fitur, yaitu:

1. ZenCore 
Zencore adalah fitur yang menyediakan materi pembelajaran dan pelatihan adaptif untuk mengembangkan keterampilan fundamental, yaitu matematika, logika verbal, dan Bahasa Inggris. Pembelajaran adaptif adalah metode yang dirancang khusus sesuai dengan kemampuan siswa sehingga lebih relevan dengan kelemahan dan kekuatan siswa. Melalui fitur ZenCore, Zenius menyediakan lebih dari 135 ribu kuis hingga level 100.


2. ZenBot
Hanya dengan mengunggah foto soal ZenBot dapat memberikan jawaban yang dilengkapi dengan video materi pelajaran yang sesuai. Dengan bantuan AI, pembahasan soal jadi lebih mudah dan mendalam, sehingga dapat membantu siswa meningkatkan kemampuannya. ZenBot dapat diakses melalui aplikasi Zenius maupun WhatsApp selama 24 jam.

Zenius resmi mengakuisisi Primagama melalui penandatanganan perjanjian yang dilakukan pada awal tahun 2022. Brand Primagama kini berubah menjadi “New Primagama Powered by Zenius” yang diumumkan bertepatan dengan ulang tahun ke-40 Primagama. Akuisisi ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem pembelajaran yang dimiliki Zenius dalam memberikan dampak teknologi yang lebih besar di pendidikan melalui model pembelajaran hybrid, dengan bantuan pengalaman dan jangkauan offline yang dimiliki Primagama.

Zenius secara resmi menggandeng Disney dalam menghadirkan ZeniusLand yang menawarkan konsep taman bermain dan belajar digital bagi anak untuk mengeksplorasi pengetahuan baru secara interaktif. Zenius merupakan aplikasi yang dirancang untuk para siswa di jenjang sekolah dasar. ZeniusLand juga memperkenalkan karakter animasi Tiga Sekawan, yang setiap karakternya merepresentasikan nilai-nilai kemampuan anak; Gika untuk kemampuan logika, Imaji untuk imajinasi, dan Aksa untuk literasi.

Zenius memperluas jangkauannya dengan meluncurkan ZenPro, platform pelatihan dan pemberdayaan bagi orang yang ingin mempertajam keterampilan atau mempelajari keterampilan baru di luar sistem pendidikan formal. Kelas pelatihan di ZenPro terbagi dalam beberapa bidang, yaitu: Bisnis, Analitik, Wirausaha, Keuangan, Bahasa Inggris, Pemasaran Digital, Teknologi, Pembuatan Konten, Pengembangan Diri, Kemampuan Komunikasi, Kemampuan Manajemen, dan Layanan Pelanggan.  Seluruh materi pelatihan di ZenPro dibawakan oleh master tutor Zenius yang kompeten serta para ahli di bidangnya masing-masing.

Zenius untuk Guru atau ZenRu adalah sebuah komunitas bagi lebih dari 250 ribu guru di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, hampir 200 ribu di antaranya menggunakan platform ZenRu. Salah satu fitur ZenRu adalah LMS yang bisa terintegrasi dengan Google Classroom. Dalam LMS ini, guru bisa membuat kelas, memberikan latihan soal untuk para siswa dan melakukan penilaian.

Penghargaan yang pernah diraih oleh Zenius:

1. Pada tahun 2017 Startupranking.com Top 10 Startup in Indonesia

2. Pada tahun 2021 Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan

3. Pada tahun 2022 Popular Vote Global Edtech Startup Awards (GESAwards)


Analisis Beberapa Sebab Startup Edutech Zenius Bangkrut

Sekarang ijin saya mencoba analisi mengapa Zenius yang sudah berdiri 20 tahun akhirnya tumbang juga.

1. Beban operasional yang besar
Sebagaimana yang disampaikan dalam surat pernyataannya Zenius menyebutkan sedang mengalami tantangan opersional. Hal ini bisa disebabkan karena tidak imbangnya antara pendapatan yang masuk dengan operasional yang harus dikeluarkan.

Bisa jadi karena besarnya biaya untuk gaji karyawan semenjak masuk menjadi perusahaan berbasis teknologi atau startup yang sudah jadi rahasia umum butuh bayaran dan jumlah karyawan yang besar.


2. Banyak saingan personal course
Di era dengan kemudahan teknologi dan perkembangan sosial media, nyaris semua orang punya kesempatan yang sama dalam menyampaikan kreatifitas termasuk berbagi ilmu.

Kehadiran para personal trainer atau expert yang berbagi ilmu lewat berbagai platform seperti Youtube, TikTok, Instagram bisa jadi saingan juga. 

Pilihannya tidak hanya harus lewat startup edu tech namun bisa menambah skill lewat webinar, boothcamp atau pelatihan yang diadakan oleh personal trainer ini.


3. Tech winter
Tech winter adalah istilah yang menggambarkan periode penurunan signifikan dalam industri teknologi. 

Diakui atau tidak Tech Winter juga berperan dalam berjatuhannya banyak startup tak terkecuali yang bergerak dalam bidang edu tech. Venture Capital dan investor tak lagi jor-joran dalam memberikan pendanaan karena situasi ekonomi dunia yang lesu dan cenderung mengarah ke resesi.

Jika sebelumnya para startup dengan mudah mendapatkan pendanaan berbagai series untuk pertumbuhan, kini para VC lebih selektif dan sudah berorientasi profit. Ketika para startup kehabisan modal untuk operasional sementara profit belum cukup maka yang terjadi tinggal nunggu waktu kapan kehabisan modal ibarat kendaraan yang menunggu mogok saat bahan bakar akan habis.


4. Tren mengejar growth
Di era kejayaan para startup, kebanyakan berorientasi pada growth atau pertumbuhan untuk menaikan valuasi. Berharap dengan demikian bisa untung atau exit dengan cara bertambahanya valuasi perusahaan dan IPO di pasar saham.

Sayangnya sebelum berhasil melantai di bursa saham, mayoritas startup yang bangkrut kehabisan pendaaan karena mindset yang bisa dibilang salah yaitu semata mengejar growth tanpa mengejar profit.


5. Tren bakar duit
Pembaca tentu masih ingat, bagaimana para startup mengumbar diskon dan aneka promo yang kadang gak masuk akal. Kita pernah menikmatinya ketika aplikasi ojek dan makanan sedang jaya-jayanya.

Asal tahu saja, promo dan diskon yang mereka berikan tidak cuma-cuma karena menggunakan uang dari investor. Istilahnya bakar uang untuk customer acquisition atau menambah jumlah pengguna.

Harusnya sebelum dana investasi habis harus mulai mencari untung seperti yang sudah dilakukan Gojek, Tokopedia dan Shopee misalnya, maka jangan heran jika sekarang sudah jarang ada promo besar, ongkir jadi mahal bahkan ada biaya layanan.

Kebanyakan startup yang tumbang, sebelum sampai pada tahap mencari untung, modalnya sudah habis dibakar untuk promo.


6. Tren belajar online setelah pandemi
Ketika pandemi dimana sekolah dan kampus melakukan pembelajaran secara online, startup berbasis edu tech menemukan momentumnya mengalami pertumbuhan yang signifikan karena sangat relevan dan dibutuhkan oleh banyak kalangan.

Pembaca pasti masih ingat betapa mereka masif sekali melakukan promosi, membuat acara besar di stasiun tv nasional di jam tayang primetime yang pasti mahal sekali tarifnya, hingga acara kompetisi dangdutpun votenya lewat aplikasi edutech saking inginnya mengejar pertumbuhan pengguna.

Tahun 2020 dan 2021 yang justru di tengah pandemi, banyak startup yang mendapat berkah dengan pendanaan dan kenaikan jumlah pengguna, kala itu mereka beranggapan bahwa pasca pandemi kebiasaan dalam mengakses pembelajaran secara online akan terus naik atau setidaknya sama.

Sayangnya, seperti yang kita ketahui pasca pandemi kebiasaan tersebut tidak bertahan, pembelajaran kembali dilakukan secara offline dan pasti berdampak pada penurunan pengguna aplikasi dan layanan startup edu tech.

Sudah terlanjur menghabiskan banyak uang investsor saat pandemi untuk promosi, nyatanya hasilnya tak sesuai prediksi, maka PHK jadi solusi hingga bangkrutpun terjadi seperti yang sering kita baca akhir-akhir ini.


Oke sobat Campusnesia demikian postingan kita kali ini, disclaimer ini adalah pendapat pribadi bisa saja ada benarnya namun tidak menutup kemungkinan banyak salahnya. Kalau boleh memberi saran, dengan banyaknya kasus bangkrut dan tumbangnya aneka startup wabil khusus bidang edu tech maka sebaiknya jangan buru-buru menerima invetasi yang besar ala venture capital, tumbuh secara organik dari laba yang didapat jauh lebih sehat bagi sebuah usaha dibanding hanya ikut-ikutan tren mengejar growth dengan bakar uang investor. Semoga bermanfaat sampai jumpa.



Penulis
Nandar


Sumber:



===
Baca juga:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Silahkan komen guys..
EmoticonEmoticon