Sobat Campusnesia, pernah males harus transfer uang beda rekening karena beban biaya transfer? di post kali ini redaksi hadirkan kisah perjuangan yang inspiratif dari StartUp anak bangsa yang mengahadirkan solusi biaya 0 rupiah ketika transfer uang antar bank? bagaimna kisahnya, yuk simak artikel yang kami kutip dari laman id.techinasia.com
Sempat tersesat selama beberapa saat, saya akhirnya sampai di depan sebuah rumah bertingkat dua yang berada di daerah Depok, Jawa Barat. Rumah tersebut terlihat sangat sederhana, jauh berbeda dengan kantor startup besar seperti Tokopedia dan Lazada yang penuh dengan pernak-pernik menarik.
Siapa sangka kalau rumah tersebut merupakan kantor dari sebuah startup yang memfasilitasi transaksi senilai belasan miliar rupiah dalam sebulan.
Setelah menunggu beberapa saat, saya pun disambut oleh Rafi Putra Arriyan (Ari), CEO dari Flip. Ia menjelaskan kalau terdapat tiga kamar di dalam rumah tersebut, yang masing-masing diisi oleh tiga startup berbeda, yaitu Flip, TemanJalan, dan Cozora.
Flip sendiri merupakan sebuah layanan yang memungkinkan kamu untuk melakukan transfer antarbank tanpa harus membayar biaya administrasi sekitar Rp6.500. Untuk menghadirkan layanan tersebut, Flip pun membuat rekening dan menyimpan sejumlah uang di setiap bank.
Sebagai contoh ketika kamu akan mengirimkan uang dari BCA ke Bank Mandiri, maka kamu hanya perlu mentransfer ke rekening milik Flip yang ada di BCA. Setelah itu, Flip akan melakukan transfer dengan nominal yang sama dari rekening Bank Mandiri mereka ke rekening penerima. Dengan begitu, kamu tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya transfer.
Sayangnya, perjalanan Flip tidak selalu berjalan mulus. Mereka sempat mengalami beberapa kendala seperti kekurangan uang untuk dikirim ke rekening bank tertentu, hingga dipaksa menutup layanan oleh Bank Indonesia di saat layanan mereka sebenarnya tengah digandrungi oleh para pengguna.
Lalu bagaimana Ari, sebagai sang Founder, bisa mengatasi semua masalah tersebut di usianya yang masih begitu muda?
Membuat layanan awal dengan Google Forms
Menurut Ari, semuanya bermula dari persahabatan yang ia jalin dengan dua Co-Founder lain dari Flip, yaitu Ginanjar Ibnu Solikhin (Anjar) dan Luqman Sungkar (Luqman). “Sebagai sesama mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, kami sering mengerjakan berbagai proyek bersama-sama. Dan sejak saat itu, kami pun menjadi tim yang klop,” jelas Ari.
Perjalanan membangun startup bahkan telah mereka mulai sebelum lulus sebagai sarjana pada bulan Agustus 2015. Meski masih berstatus mahasiswa, mereka telah berhasil membuat sebuah aplikasi pemberian donasi dengan metode potong pulsa yang bernama Pushla. Sempat cukup terkenal karena publikasi dari berbagai media, tak lama kemudian aplikasi tersebut pun kehilangan pengguna.
“Kami akhirnya sadar kalau tidak banyak orang yang mau memberikan donasi dengan pulsa.”
Setelah wisuda, barulah tiga sahabat tersebut mulai menjalankan ide pembuatan layanan transfer antar bank. Ide tersebut mereka dapat dari masalah yang sering mereka alami saat masih menjadi mahasiswa. Saat itu, mereka sering merasa rugi harus membayar biaya transfer Rp6.500 hanya untuk membayar utang dengan nominal yang sebenarnya tidak seberapa.
Ari dan rekan-rekannya pun memulai Flip dengan memanfaatkan sistem penerimaan uang yang telah mereka buat ketika membangun Pushla. Sebagai modal, mereka memanfaatkan dana pribadi yang didapat dari berbagai proyek pembuatan software yang pernah mereka kerjakan.
Di awal kemunculannya, Flip hadir dengan layanan yang sangat sederhana. Jika membuka situs mereka (Goflip.me) pada saat itu, maka kamu akan diarahkan ke sebuah formulir Google Forms. Setelah kamu mengisi formulir tersebut dan melakukan transfer, Flip akan meneruskan uang tersebut ke rekening yang dituju secara manual, dengan memanfaatkan internet banking.
Untuk meneruskan uang tersebut, mereka pun masih menggunakan rekening dengan nama pribadi. Namun tak disangka, layanan yang masih sangat konvensional tersebut justru menjadi sangat terkenal di kalangan mahasiswa Universitas Indonesia.
Setiap harinya, Flip bisa menerima sekitar tiga puluh permintaan transfer. Dengan jumlah tim yang hanya tiga orang, mereka pun harus pintar-pintar membagi waktu antara menjalankan transaksi, membalas email pengguna, serta melanjutkan pengembangan web.
“Pada hari keempat, kami tidak sanggup lagi melayani semua permintaan transfer. Kami pun menutup layanan untuk sementara dengan alasan harus melakukan maintenance.” Ari kemudian memutuskan untuk merekrut beberapa orang tim operasional, agar ia dan para founder lain bisa fokus mengembangkan situs mereka.
Mereka akhirnya berhasil meluncurkan situs baru pada awal November 2015. Berbeda dengan situs mereka sebelumnya, kali ini Flip telah bisa memproses transfer dana secara otomatis. Mereka hanya perlu melakukan satu kali otorisasi di akhir demi memastikan kalau semua transaksi berjalan sesuai permintaan.
Bermodal promosi lewat email dan WhatsApp, Flip pun menjadi viral. “Kami pun terpaksa membuat waiting list dan memasukkan para calon pengguna secara bertahap, agar semua permintaan bisa kami layani dengan kemampuan kami pada saat itu.”
Flip baru bisa menghilangkan sistem waiting list tersebut pada bulan Februari 2016. Mereka pun terus berkembang, hingga jumlah transaksi yang berjalan di platform mereka pada bulan Juni 2016 mencapai angka tiga belas miliar rupiah, dengan jumlah pengguna yang mencapai puluhan ribu.
Namun prestasi tersebut berhasil mereka capai dengan proses yang tidak mudah. Mereka pernah kehabisan uang di salah satu rekening bank, sehingga harus meminjam uang kepada rekan mereka di startup lain. Namun hal ini membuat para remaja yang sebenarnya tidak mempunyai latar belakang di bidang keuangan tersebut, akhirnya bisa terus belajar.
“Saat ini, kami telah bisa memperhitungkan bagaimana seharusnya komposisi saldo di setiap rekening yang kami miliki di awal hari, agar kejadian tersebut tidak berulang.”
Perintah untuk menutup layanan dari Bank Indonesia
|
Rafi Putra Arriyan, Founder Flip |
Kian terkenalnya layanan Flip, membuat mereka akhirnya mendapat perhatian dari Bank Indonesia (BI). Pada bulan Juli 2016, mereka pun mendapat telepon dari bank sentral di tanah air tersebut, dan diminta untuk datang ke kantor BI guna mempresentasikan layanan mereka.
“Sebelum menerima telepon tersebut, kami sebenarnya telah mencoba datang ke BI untuk melakukan konsultasi. Namun mungkin saat itu mereka menganggap kami sebagai layanan baru yang belum berkembang, sehingga cukup lama kami tidak menerima tanggapan.”
Setelah hari raya Idul Fitri tahun 2016, Ari dan rekan-rekannya pun memenuhi panggilan BI. Di sana, mereka membeberkan mekanisme layanan yang mereka hadirkan, serta jumlah transaksi yang mereka layani hingga saat ini.
“Mereka kaget transaksi kami sudah sebesar itu. Karena layanan pengiriman uang seperti ini harus mempunyai izin, mereka pun meminta kami untuk langsung menutup layanan saat itu juga, dan mulai mengurus izin ke Direktorat Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP).”
Menurut Ari, pengalaman tersebut benar-benar membuatnya down, hingga ia sempat berpikir untuk tidak lagi melanjutkan Flip. Namun ia akhirnya mengabaikan pikiran tersebut, dan memutuskan untuk mengikuti prosedur yang diminta BI. Untungnya, BI memberikan seorang pendamping yang bisa mereka beri pertanyaan setiap saat.
Setelah melalui proses yang berliku, Flip akhirnya mendapat izin resmi dari BI sepuluh minggu kemudian. Menurut Ari, proses tersebut terhitung cepat, karena sebelumnya pernah ada sebuah layanan pengiriman uang internasional yang telah menghabiskan biaya miliaran rupiah untuk jasa konsultan, namun baru mengantongi izin BI setahun setelah mengajukan izin.
Setelah mendapat izin, masalah Flip ternyata belum juga selesai. Demi memenuhi aturan BI, Flip harus melakukan verifikasi tatap muka kepada setiap pengguna mereka. Hal ini menjadi kendala karena pengguna Flip berada di lokasi yang berbeda-beda, sedangkan jumlah karyawan Flip hingga saat ini bahkan tidak mencapai sepuluh orang.
Flip pernah coba meminta izin untuk melakukan verifikasi dengan video call, namun BI menolak mentah-mentah ide tersebut.
|
Suasana aktivitas verifikasi tatap muka Flip |
Ari akhirnya mendapat sebuah ide yang cemerlang. Ia berusaha mengirim email kepada para pengguna Flip yang telah mendaftar sebelum layanan mereka ditutup oleh BI, dan meminta mereka untuk hadir di lokasi-lokasi tertentu, seperti stasiun kereta, demi melakukan verifikasi.
Dalam proses verifikasi, mereka hanya perlu menemui pegawai Flip yang hadir di tempat tersebut, menunjukkan KTP asli, dan setelah itu akun Flip mereka pun akan langsung aktif. Untuk para pengguna yang lokasinya jauh dengan stasiun kereta, Flip membuatkan sebuah grup WhatsApp agar mereka dan para pengguna lain yang lokasinya dekat dengan mereka bisa menentukan tempat untuk melakukan verifikasi.
“Kami awalnya mengira kalau setelah verifikasi para pengguna tersebut akan langsung pergi. Namun mereka ternyata justru memilih untuk tetap berkumpul, sehingga proses verifikasi tersebut berubah menjadi seperti aktivitas gathering.”
Ari mengakui kalau proses verifikasi tatap muka ini masih menyulitkan untuk beberapa pengguna. Itulah mengapa dari puluhan ribu pengguna yang ia miliki sebelum ditutup oleh BI, sejauh ini ia baru bisa mengaktifkan sekitar tujuh ribu akun pengguna. Ke depannya, Ari bertekad untuk menghadirkan proses verifikasi yang jauh lebih mudah.
Para pengguna yang menjadi sumber semangat
Seiring berjalannya waktu, Ari melihat kalau mayoritas penggunanya menggunakan layanan tersebut dengan perangkat mobile. Hal tersebut kemudian mendorongnya untuk mulai membuat aplikasi mobile pada bulan Desember 2016. Langkah tersebut terbukti sukses karena Flip kemudian sempat menempati posisi teratas di Google Play, melampaui aplikasi Jenius milik BTPN.
Menurut Ari, Flip telah mendapat pendanaan tahap awal (seed funding) dari seorang angel investor pada bulan Desember 2015. Dan hingga saat ini, uang tersebut masih cukup untuk membiayai operasional Flip dalam waktu yang cukup lama. Meski begitu, ia tetap berniat untuk segera melakukan monetisasi demi menjaga keberlangsungan bisnis Flip.
“Ada dua metode monetisasi yang kami rencanakan. Yang pertama adalah dengan membebankan biaya transfer antar bank yang lebih murah bagi perusahaan yang sering melakukan transaksi. Dan yang kedua adalah membebankan biaya untuk pengguna yang ingin melakukan transfer dengan nominal lebih dari batas maksimal Rp5 juta yang saat ini kami tetapkan.”
Di Indonesia sebenarnya telah ada Shivapp, layanan transfer antar bank bebas biaya dengan mekanisme yang serupa dengan Flip. Namun menurut Ari, hingga saat ini baru startup miliknya yang telah mendapat izin resmi dari BI.
Telah lebih dari setahun menjalankan Flip, Ari mengaku kalau ia berkali-kali merasa khawatir kalau startup yang ia pimpin akan mengalami kegagalan. Ketika Flip ditutup oleh BI, ia sempat berpikir kalau ia tidak akan pernah mendapat izin, dan harus beralih ke ide bisnis lain.
“Namun ketika saya melihat begitu banyak orang yang masih menggunakan layanan ini, dan merasakan manfaatnya, saya pun berusaha untuk tetap bertahan,” pungkas Ari.