Pisang Rowosari Tak Ada yang Dibuang Lagi


Pisang Rowosari Tak Ada yang Dibuang Lagi 
Sejahtera dengan Potensi Hayati

JIKA di tempat lain pisang hanya disantap daging buahnya, di Rowosari daun dan batangnya bisa dimakan. Lebih dari 80 persen bagian tumbuhan pisang diolah jadi panganan khas Rowosari, Kecamatan Tembalang. Sisanya disarikan getahnya, berbentuk sampo, sabun dan pembersih tangan anti bakteri. ”Robanna, Rowosari Banana,” kata Ketua Kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) Robanna, Pri Hariyani (45).

Mantap ia merinci 21 jenis makanan olahan pisang. Di antaranya, mi jantung pisang, es daun pisang,manisan debog pisang, kerupuk kulit pisang, dendeng dan bakso batang pisang. Serta aneka keripik dan kue kering dari daging buah pisang. UKM Robanna tak setiap hari memproduksinya. ”Sementara ini, kami buat kalau ada pesanan. Sebenarnya kalau setiap hari produksi lebih baik. Karena ibuibu disini bisa mendapat tambahan uang,” papar Pri.

Paling Banyak Tak sulit menemukan pos UKM Robanna di bagian tenggara Kota Semarang itu. Jika menjumpai banyak pohon pisang di kanan kiri jalan dan sepanjang pematang sawah, tandanya sudah memasuki Kelurahan Rowosari. Pos Robanna di RT 05, RW 03. Rumpun-rumpun pohon pisang juga berjejalan di pekarangan rumah. Populasi pohon pisang di wilayah ini terlihat paling padat dibanding wilayah sekitarnya. Sayangnya, tak ada catatan populasi dan jumlah produksinya. ”Tidak ada catatan di kelurahan, karena warga tidak melapor,” demikian Lurah Rowosari, Winarto.




Dinas Pertanian Kota Semarang mencatat, tanaman pisang tersebar di 15 kecamatan. Data terakhir menyebut totalnya 444.162 pohon pisang, menghasilkan 306.632 kw buah pisang. Paling banyak ada di Kecamatan Gunungpati. Disusul Kecamatan Tembalang, dimana Rowosari berada. Di sana ada 59.744 pohon pisang yang menghasilkan 16.830 kw buah pisang. ”Yang ada Rowosari jenis Pisang Kepok Pipit (Musa paradisiaca normalis),” kata mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), Salman Fathoni. Bersama kawan-kawannya melalui sebuah program beasiswa, Salman mendampingi UKM Robanna. ”Kami terkendala alat, terutama oven. Kalau bisa produksi setiap hari, keuntungannya bagus.



Misalnya produk dendeng, biaya produksinya Rp 4.000 sampai Rp 4.500, bisa dijual Rp 7.000. Produksi krupuk Rp 2.500 dijual Rp 5.000,” papar Salman. Pada 2014 salah satu tim Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat dari Undip membuat produk pembersih tangan (handsanitizer) dari pelepah pisang di Rowosari. Tahun 2009, lewat program serupa dihasilkan sampo dari debog pisang. ”Sampo Debo namanya, dulu penelitiannya di sini sebelum UKM Robanna terbentuk. Sampo Debo sempat dijual di mini market,” kata Pri. (Eka Handriana-91)

sumber: http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pisang-rowosari-tak-ada-yang-dibuang-lagi/

Artikel Terkait

Previous
Next Post »