Oleh :
Naila Fauziah
Mahasiswa Prodi Sastra Jepang ’23
Universitas Andalas
Campusnesia.co.id - Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi merupakan salah satu karya sastra yang sangat menarik untuk dianalisis menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Teori Freud menekankan bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga struktur utama, yaitu; id, ego, dan superego. Ketiga aspek ini saling berinteraksi dan membentuk perilaku serta dinamika psikologis tokoh dalam karya sastra, termasuk dalam novel Totto-chan.
1. Id dalam Totto-chan
Id adalah bagian dari kepribadian yang berisi dorongan naluriah, keinginan dasar, dan kebutuhan instingtif yang menuntut pemuasan segera tanpa mempertimbangkan norma sosial atau konsekuensi. Dalam novel ini, karakter Totto-chan sangat merepresentasikan dominasi id, khususnya pada masa kecilnya. Ia sering dianggap "nakal" di sekolah lamanya karena perilakunya yang spontan, penuh rasa ingin tahu, dan keinginan untuk bereksplorasi tanpa batasan. Misalnya, Totto-chan kerap membuka dan menutup meja sekolah atau mengambil sesuatu tanpa izin, yang menunjukkan dorongan id untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
“Saya sudah menjelaskan bahwa murid-murid tidak boleh membuka atau menutup mejanya dan mengambil sesuatu.”
Kutipan ini menggambarkan bagaimana tindakan Totto-chan didorong oleh id yang kuat, yakni rasa ingin tahu dan keinginan untuk kebebasan berekspresi.
2. Ego dalam Totto-chan
Ego berfungsi sebagai penengah antara dorongan id dan tuntutan realitas. Ego membantu individu menyesuaikan keinginannya dengan norma sosial dan situasi nyata. Dalam novel, perkembangan ego pada diri Totto-chan mulai terlihat ketika ia masuk ke sekolah Tomoe Gakuen. Di sekolah ini, ia belajar menyalurkan keinginan dan rasa ingin tahunya secara lebih terarah dan sesuai dengan lingkungan yang mendukung kreativitas serta kebebasan anak. Ego Totto-chan berkembang seiring dengan penerimaan dan bimbingan dari kepala sekolah Tomoe, yang tidak mengekang, melainkan mengarahkan energi dan keunikan Totto-chan ke hal-hal positif.
3. Superego dalam Totto-chan
Superego adalah bagian kepribadian yang berisi nilai-nilai moral, norma, dan larangan sosial yang diperoleh dari lingkungan, terutama keluarga dan sekolah. Dalam perjalanan cerita, superego Totto-chan mulai terbentuk ketika ia memahami aturan-aturan baru di Tomoe Gakuen, serta belajar menghormati perasaan dan hak orang lain. Superego membantu Totto-chan menyeimbangkan antara keinginannya sendiri dan tuntutan sosial yang berlaku di sekitarnya.
4. Konflik dan Dinamika Psikis
Freud menegaskan bahwa konflik antara id, ego, dan superego adalah sumber utama dinamika psikis manusia. Dalam kasus Totto-chan, konflik ini muncul ketika keinginan spontan (id) berbenturan dengan aturan (superego) dan realitas lingkungan (ego). Namun, lingkungan sekolah Tomoe yang inklusif dan suportif memungkinkan Totto-chan mengelola konfliknya secara sehat, sehingga ia tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan kreatif, tanpa kehilangan keunikan pribadinya.
5. Relevansi Psikoanalisis Freud dalam Sastra
Analisis psikoanalitik dalam sastra bertujuan untuk mengungkap makna-makna tersembunyi di balik perilaku tokoh, serta memahami dinamika kejiwaan yang memengaruhi tindakan mereka. Melalui pendekatan ini, pembaca dapat melihat bagaimana pengalaman, lingkungan, dan konflik batin membentuk karakter Totto-chan, sekaligus merefleksikan pentingnya pendidikan yang memahami psikologi anak.
Kesimpulannya, teori sastra Sigmund Freud memberikan kerangka analisis yang kaya untuk memahami karakter Totto-chan. Melalui interaksi id, ego, dan superego, novel ini tidak hanya menampilkan kisah masa kecil yang unik, tetapi juga menyoroti pentingnya lingkungan yang mendukung perkembangan psikologis anak secara sehat dan seimbang.