Sisi Gelap Dunia Bisnis Thrifting dari Aspek Kesehatan, Ekonomi, dan Lingkungan

 


Campusnesia.co.id - Beberapa waktu yang lalu viral kisah sepatu bekas dari Amerika yang seharusnya didaur ulang ternyata berakhir di sebuah toko Thrifting atau barang loak di Indonesia. 

Mengutip laman Kumparan.com, Perusahaan petrokimia asal AS, Dow Inc dan pemerintah Singapura bekerja sama untuk mendaur ulang sepatu bekas menjadi bahan untuk taman bermain dan lintasan lari di Singapura. Reuters lantas mencoba memasang chip bluetooth untuk melacak pergerakan 11 sepatu yang didonasikan. Alih-laih didaur ulang, 10 dari 11 sepatu justru ditemukan di pasar loak, beberapa di antaranya di Indonesia. 

Hal seperti ini bukan kali pertama sering juga kita baca berita tentang penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri untuk dijual kembali di Indonesia. Penyelundupan ini bertujuan menghindari bea cukai impor dan kemungkinan larangan menjual baju bekas sembarangan.

Secara makna, thrifting merupakan aktifitas membeli maupun menjual barang-barang bekas dengan tujuan untuk dipakai kembali.

Sebenarnya tidak masalah membeli barang loak atau thrifting, asal dari dalam negeri karena memang bagaimanapun harganya lebih murah dari barang baru dan kita maklum tidak semua masyarakat punya kemampuan daya beli yang sama, yang tidak boleh ketika barang yang diperjual belikan dari luar negeri selain karena larangan hukum juga bahaya dari sisi kesehatan, ekonomi, keamanan, dan lingkungan.

Pakaian bekas dilarang untuk diimpor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pakaian bekas dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, ekonomi, keamanan, dan lingkungan. (Kompas.id)


1. Aspek Kesehatan 
Memakai pakaian bekas dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan kulit. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Balai Pengujian Mutu Barang, beberapa sampel pakaian bekas yang diujinya mengandung jamur kapang.

Dilansir dalam laman ahligizi.id, jamur benang atau disebut dengan kapang merupakan golongan fungi berfilamen yang berupa hifa dan dinamakan dengan miselium. Jamur ini biasanya bisa tumbuh pada pakaian bekas.

Beberapa penyakit yang muncul akibat dari paparan jamur kapang ini antara lain, gatal-gatal dan reaksi alergi pada kulit, efek beracun iritasi, hingga infeksi karena pakaian tersebut melekat langsung pada tubuh. Jamur ini tidak akan hilang walaupun pakaian tersebut sudah direndam dengan air panas dan dicuci berkali-kali. (Kumparan.com)



2. Aspek Ekonomi
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengungkapkan bahwa semakin maraknya peredaran pakaian bekas impor di Indonesia membuat industri garmen lokal kesulitan untuk perkembang.

"Dari sisi ekonomi, IKM hanya tumbuh 8 persen, yang seharusnya 20 persen tumbuhnya tiap tahun. Sementara 12 persen pertumbuhan IKM tergerus oleh pakaian bekas," ujarnya.

Dia menjelaskan, minimnya pertumbuhan industri garmen lokal juga salah satunya disebabkan oleh pasar garmen yang direbut oleh pakaian bekas impor tersebut. "Kenapa tidak tumbuh? karena memang pangsa pasarnya diambil alih oleh baju bekas," lanjutnya.

Selain itu, tidak tumbuhnya industri garmen ini membawa dampak yang lebih luas yaitu kurangnya penyerapan tenaga kerja. Menurut Ade, dalam satu IKM garmen saja setidaknya mampu menyerap 10 orang tenaga kerja.‬ (Liputan6.com)



3. Aspek Lingkungan
Industri fashion merupakan salah satu penyumbang terbesar kerusakan lingkungan. Berdasarkan data dari European Parliament bahwa 10 persen emisi karbon global dihasilkan dari produksi pakaian dan sepatu, serta 20 persen pencemaran air bersih global diakibatkan oleh produksi tekstil. 

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK), Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau setara 12 persen limbah rumah tangga. Dan dari keseluruhan limbah tekstil tersebut, hanya 0,3 juta ton saja yang bisa didaur ulang.(Parapuan.co)

Seperti kasus sepatu yang mestinya didaur ulang tapi malah diperjualbelikan, banyak juga kasus pakaian bekas yang masuk ke indonesia sebenarnya adalah "sampah" yang mestinya dimusnahkan tapi malah dijual. 

Di Jawa Timur banyak impor sampah plastik yang oleh masyarakat malah dijadikan bahan bakar industri tahu dan kerupuk, asapnya selain mencemari udara, micro plastiknya disebut sempat ditemukan dalam kandungan telur ayam yang dihasilkan peternakan di sekitar lokasi tersebut. 

Sampel telur ayam kampung di dua desa di Jawa Timur terkontaminasi dioksin, senyawa berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik.

Itulah hasil studi terbaru dari badan lingkungan, International Pollutants Elimination Network, IPEN.

Berdasarkan laporan IPEN - yang dibaca BBC - dioksin berasal dari pembakaran sampah plastik yang sebagian besar berasal dari negara-negara Barat.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti IPEN menyebutkan sampel telur ayam kampung di Desa Tropodo, mengandung dioksin yang kadarnya 70 kali lebih tinggi dari standar keamanan makanan Eropa.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut konsumsi makanan yang terkontaminasi dioksin dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan gangguan reproduksi, mempengaruhi sistem imun, dan kanker.

Para peneliti mengambil sampel telur tersebut dari rumah-rumah warga di sekitar pabrik tahu dan kerupuk di Desa Tropodo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar.

Sampah plastik tersebut didapatkan dari Desa Bangun di Kabupaten Mojokerto yang menjadi lokasi penampungan sampah plastik, sebagian besar dari negara maju, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Kanada dan Australia.(bbc.com)


Oleh karena itu sobat yang ingin membeli produk thrifting atau mau mulai bisnis thrifting perhatikan hal-hal di atas.
 
Pastikan dari mana barang tersebut berasal, perhatikan legalitas hukumnya, aspek kesehatan dan kelayakannya sebelum dijual atau dikenakan.

Sebagai penutup dunia thrifting juga punya sisi positif, dari sisi harga lebih terjangkau untuk kalangan masyarakat yang benar-benar butuh, dan bisa jadi solusi mengurangi cepatnya barang fashion jadi sampah karena usia pemanfaatnnya lebih panjang.

Demikian sobat campusnesia, postingan kita kali ini tentang Sisi Gelap Dunia Bisnis Thrifting dari Aspek Kesehatan, Ekonomi, dan Lingkungan, semoga bermanfaat sampai jumpa.



Penulis
Nandar

Gambar: freepik.com

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Silahkan komen guys..
EmoticonEmoticon