Fonemena Kebahasaan dalam Komunikasi di Masyarakat



Campusnesia.co.id - Bahasa sebagai sarana komunikasi antar individu satu dengan individu lain memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, individu dapat dengan mudah memperoleh serta menyampaikan berbagai informasi dengan cepat dan tepat. 

Komunikasi merupakan suatu sistem yang dimiliki oleh setiap manusia guna menjalankan kegiatan sehari-hari. Dengan demikian, komunikasi dapat dikatakan sebagai salah satu hal yang paling utama dalam berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungan.

Dewasa ini, perkembangan bahasa sebagai media komunikasi sudah sangat beragam, khususnya bahasa sehari-hari yang digunakan di lingkungan masyarakat. Seperti yang kita ketahui, penggunaan bahasa pada masyarakat modern saat ini tentunya tidak lepas dari adanya percampuran bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. 

Percampuran bahasa lazim terjadi di semua kalangan, baik dari yang muda hingga lanjut usia. Hal ini juga didukung oleh negara Indonesia yang berkepulauan, dimana banyaknya bahasa daerah yang tersebar di dalamnya. Maka, tak heran jika kita melihat atau mendengar seseorang yang berbicara dengan menggunakan dua bahasa atau lebih sekaligus.

Dalam bidang linguistik, percampuran bahasa atau multi bahasa disebut sebagai fenomena kebahasaan, yaitu alih kode dan campur kode. Multi bahasa dapat terjadi di berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat multi bahasa mempunyai atau menguasai lebih dari satu bahasa yang berbeda, sehingga mereka dapat memilih bahasa untuk berkomunikasi.

Menurut Ohoiwutun (2002:71), alih kode hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek dari satu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan, Suwito (1983:68-69) menegaskan bahwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register antara penutur san mitra tutur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan peristiwa peralihan dari kode (bahasa) satu ke kode (bahasa) lainnya.

Peristiwa alih kode dapat terjadi karena beberapa faktor. Menurut Suwito (1985:72-74) beberapa faktor penyebab alih kode antara lain penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, pokok pembicaraan, untuk membangkitkan rasa humor dan sekadar untuk bergengsi. 

Alih kode dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode internal adalah pergantian bahasa yang dilakukan penutur dengan menggunakan bahasa nasional maupun bahasa atau dialek daerah dalam suatu tuturan. Tuturan alih kode internal dapat dilihat pada contoh (1). Sedangkan alih kode eksternal adalah alih kode yang terdapat perubahan bahasa penggunaanya. Penutur dapat mengubah bahasanya dari bahasa satu ke bahasa lainnya (bahasa asing). Misalnya pada contoh tuturan (2), penutur beralih dari bahasa bahasa Indonesia ke bahasa asing (bahasa Inggris).

Contoh;
(1) “kamu mau makan mie jeung saha?”
(2) “aku lagi happy.”

Sedangkan, campur kode adalah pencampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam situasi berbahasa yang tidak menuntut adanya percampuran bahasa. Menurut Kridalaksana (2001), campur kode yaitu penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lainnya untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan lainnya. 

Campur kode dapat terjadi jika penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan, kemudian didukung dengan suatu tuturan yang disisipi dengan unsur bahasa lain. Terjadinya peristiwa ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur atau karena keterbatasan bahasa, dimana penutur tidak mendapatkan padanan kata atau ungkapan yang ingin disampaikan. Ohoiwutun (1997:71) berpendapat bahwa penyebab campur kode yaitu tidak adanya padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia serta keinginan penutur menunjukkan prestise.

Dengan demikian, alih kode dan campur kode merupakan fenomena linguistik yang banyak ditemui dan dapat terjadi pada situasi formal maupun nonformal, sehingga peristiwa ini sangat lazim terjadi di lingkungan masyarakat, khususnya masyarakat multilingual yang menggunakan dua atau lebih bahasa untuk berkomunikasi.


Penulis: Citra Nurhayati
Foto: Pixabay
Artikel ini merupakan bagian dari program magang online campusnesia


Daftra Pustaka
- Ohoiwutun, Paul. 1997. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.
- Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary-Offset.
- Suwito. 1985. Sosiolinguistik Pengantar Awal. Surakarta: Henary-Offset.
- Mustikawati, Diyah Atiek. 2015. “Alih Kode dan Campur Kode Antara Penjual dan Pembeli (Analisis Pembelajaran Berbahasa Melalui Studi Sosiolinguistik)”. Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, 3(2).





Artikel Terkait

Previous
Next Post »