Mengenal Dislipidemia, Pengertian, Penyebab, Gejala dan Cara Terapinya



Campusnesia.co.id - Dislipidemia merupakan kondisi saat kadar lemak atau lipid dalam darah tidak normal, baik itu berlebih atau kurang. Namun, pada umumnya, dislipidemia lebih merujuk pada kadar lemak yang berlebih yaitu peningkatan total kolesterol, Low Density Lipoprotein (LDL), dan Trigliserida, serta menurunnya High Density Lipoprotein (HDL)

Kolesterol adalah salah satu turunan lemak yang beredar dalam tubuh. Dibutuhkan tubuh dalam jumlah terbatas. Kolesterol memiliki nilai normal sebesar < 150 mg/dL.

LDL adalah lipoprotein yang berfungsi mengangkut kolesterol, trigliserida, dan asam lemak lain dari hati ke jaringan dengan menggabungkannya ke dalam membran sel yang lalu diserap tubuh sebagai bahan pembentuk hormon dan sel tubuh. LDL dapat teroksidasi membentuk plak yang dapat menyumbat pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan sakit jantung, stroke. LDL memiliki nilai normal sebesar < 100 mg/dL.

HDL adalah lipoprotein yang mengangkut LDL yang bertebaran dan membawanya kembali ke hati. HDL tidak mudah terurai dari kolesterolnya dan tidak mudah menggumpal. HDL memiliki nilai normal sebesar > 60 mg/dL.

Trigliserida adalah lemak dari makanan yang tidak digunakan tubuh. Ia disimpan di sel lemak. Asupan trigliserida yang tinggi pada pembuluh darah memicu penebalan pada dinding pembuluh darah sehingga meningkatkan resiko stroke dan jantung. Trigliserida memiliki nilai normal sebesar < 150 mg/dL.

Berdasarkan data prevalensi menurut WHO pada tahun 2008, ditemukan bahwa dislipidemia terjadi pada 0,8% populasi di Indonesia, yakni setara dengan 8 dari 1000 orang. Hal ini disebabkan karena kurangnya edukasi masyarakat mengenai dislipidemia. 
Faktor yang dapat memberikan resiko terjadinya penyakit dislipidemia adalah sebagai berikut:

1. Faktor genetik, menyebabkan dislipidemia primer. Oleh karena itu, seseorang dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit dislipidemia akan memiliki resiko lebih besar untuk mengalami dislipidemia.

2. Faktor usia, semakin bertambahnya usia seseorang, resiko terkena dislipidemia akan meningkat karena metabolisme hati yang semakin menurun.

3. Obesitas, bila seseorang dengan indeks massa tubuh (BMI) > 30 kg/m2 maka Ia memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami dislipidemia karena penimbunan lemak yang lebih banyak.

4. Jenis kelamin, dimana wanita memiliki resiko mengalami dislipidemia yang lebih tinggi dibandingkan pria terutama pada wanita yang sudah menopause karena kadar LDL wanita yang lebih tinggi.

5. Merokok, dapat menyebabkan turunnya kadar HDL dalam darah. Zat dalam rokok dapat menurunkan biosintesis HDL yaitu dengan menurunkan apolipoprotein-A1. Selain itu, tembakau dalam rokok juga dapat merusak pembuluh darah sehingga lipid menjadi lebih mudah menumpuk di pembuluh darah. Oleh karena itu, perokok memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami dislipidemia.

6. Konsumsi alkohol dan lemak yang berlebihan, dapat meningkatkan resiko dislipidemia karena alkohol mempengaruhi metabolisme tubuh serta lemak akan menyebabkan penumpukan yang berlebihan sehingga meningkatkan kadar LDL dalam darah.

7. Diabetes mellitus, seseorang dengan penyakit diabetes melitus akan memiliki resiko yang lebih tinggi karena kadar gula dalam darah yang tinggi akan menyebabkan penurunan kadar HDL serta peningkatan kadar LDL dalam darah.

8. Penyakit ginjal kronis, pada penderita penyakit ginjal kronis, terjadi peningkatan kadar trigliserida, LDL dan lipoprotein A serta penurunan HDL sehingga meningkatkan resiko terkena dislipidemia.

Dislipidemia sendiri dapat menyebabkan banyak komplikasi penyakit seperti stroke, jantung koroner, pankreatis akut, angina pectoris, dan sebagainya.

Gejala
Mayoritas penderita dislipidemia tidak mengalami gejala-gejala selama beberapa tahun. Adapun gejala yang mungkin dapat dialami penderita dislipidemia 
- Sakit pada bagian dada
- Denyut jantung yang cepat (palpitasi)
- Berkeringat, kecemasan, sesak nafas
- Sakit pada bagian abdomen
- Kehilangan kesadaran, ataupun 

- Kesulitan dalam berbicara dan bergerak.

Tanda
Berdasarkan jenis abnormalitas lipoprotein yang terjadi, tanda-tanda yang dapat diamati pada pemeriksaan oleh ahli profesional meliputi 

- Cutaneous xanthomas, yaitu kelainan pada kulit berupa penimbunan lemak yang umumnya terjadi pada siku dan lutut kaki.
- Polineuropati perifer adalah gangguan sistem saraf tepi yang menyebabkan mati rasa, lemas dan nyeri yang umumnya terjadi pada bagian kaki dan tangan.
- Tekanan darah yang tinggi
- Peningkatan BMI diatas 30 kg/m2 ataupun 

- Pembesaran ukuran lingkar pinggang melebihi 40 inchi pada laki-laki dan 35 inchi pada wanita. 

Diagnosa
Diagnosis dislipidemia dilakukan dengan penetapan berbagai profil. Profil lipoprotein puasa (12-15 jam) harus diukur dari serum untuk menetapkan kadar dari kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida. Seseorang dianggap mengalami dislipidemia apabila kadar lemak dalam darah setelah puasa memiliki kadar total kolesterol diatas 200 mg/dL dengan profil sebagai berikut.

1. Kadar TG (Trigliserida) diatas 150 mg/dL
2. Kadar LDL (Low Density Lipoprotein) diatas 100 mg/dL
3. Kadar HDL (High Density Lipoprotein) dibawah 40 mg/dL untuk pria dan dibawah 50 mg/dL untuk wanita

Terapi 
Terapi non-farmakologi bagi penderita dislipidemia dapat dilakukan sebelum melakukan terapi farmakologi maupun seiring dengan terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi bagi penderita dislipidemia meliputi aktivitas fisik, terapi nutrisi medis, dan berhenti merokok.

1. Aktivitas fisik - disarankan meliputi program latihan yang mencakup setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan 4-7 kkal/menit) 4-6 kali seminggu, dengan pengeluaran minimal 200 kkal/ hari. Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda statis, ataupun berenang. 

Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi dalam satu sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10 menit). Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di sela-sela aktivitas dapat meningkatkan kepatuhan terhadap program aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu (Sugiarto, 2015).

2. Terapi Nutrisi Medis - disarankan bagi orang dewasa untuk mengkonsumsi diet rendah kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari), biji-bijian (≥ 6 porsi / hari), ikan, dan daging tanpa lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol harus dibatasi, sedangkan makronutrien yang menurunkan kadar LDL-C harus mencakup tanaman stanol/sterol (2 g/ hari) dan serat larut air (10-25 g /hari). 

Pasien dengan penyakit dislipidemia dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak trans tidak jenuh sampai < 7-10% total energi serta mengurangi asupan kolesterol sampai <250 mg/hari. Dianjurkan pula mengganti makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan alternatif lainnya misal produk susu rendah lemak. 

Pasien disarankan mengonsumsi makanan padat gizi (sayuran, kacang-kacangan, dan buah) serta dianjurkan untuk menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak dan soft drink). Mengkonsumsi makanan suplemen (contohnya asam lemak omega 3, makanan tinggi serat dan sterol sayuran) bermanfaat dalam menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida. 

Semua upaya diet sehat diatas sebaiknya didukung oleh upaya penurunan berat badan yang sistematis dan peningkatan aktivitas fisik. Pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah ulang dapat dilakukan setelah 3-4 minggu menjalani terapi nutrisi medis. Periode pemeriksaan selanjutnya didasarkan pada respon perbaikan kadar lipid yang berkisar 3-4 minggu. Meskipun begitu, upaya perubahan pola diet harus dilakukan secara bertahap dan tidak mendadak (Sugiarto, 2015).

3. Berhenti merokok - mengurangi faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner, penyakit vaskular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat pembentukan plak pada koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi orang dengan aterosklerosis koroner yang luas. 

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa merokok memiliki efek negatif yang besar pada kadar HDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserida. Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan kadar HDL dalam darah secara signifikan.

Terapi farmakologi bagi penderita dislipidemia dilakukan dengan beberapa golongan obat berikut:

Diet ala Kemenkes
Selain itu, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) juga membuat pengaturan diet bagi penderita dislipidemia. Diet tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida dalam darah serta menurunkan berat badan bila terlalu gemuk. Persyaratan diet yang dianjurkan sebagai berikut.

1. Energi disesuaikan menurut berat badan dan aktivitas fisik. Jumlah energi dibatasi pada pasien yang gemuk.
2. Protein 10-20% dari energi total.
3. Lemak kurang dari 30% energi total, diutamakan lemak tidak jenuh. Kolesterol 200-300 mg/hari.
4. Karbohidrat 50-60% energi total.
5. Serat lebih dari 25 g/hari.

Penulis: Chrisanta Veronica Tarigan - Institut Teknologi Bandung
Gambar: Google

Artikel Terkait

Previous
Next Post »