Tatiek Kancaniati: Perintis Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru



Kampung Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, kini menjelma sebagai kampung wisata yang mampu menyedot pengunjung dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, ibu-ibu PKK, majelis taklim, hingga para pebisnis dari seluruh Indonesia. Para pengunjung bisa menikmati nuansa pedesaan di Tegalwaru, sekaligus melihat langsng proses produksi berbagai lini bisnis berbasis home industry. Bagaimana perjuangan Tatiek mewujudkan Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru? Tatiek Kancaniati menuturkannya kepada Gustyanita Pratiwi:

Bagaimana ceritanya Anda membangun desa? Tolong jelaskan!

Setelah menikah, saya pernah tinggal di Depok selama 7 tahun. Hidup di lingkungan perumahan membuat saya jenuh, walau sebenarnya saya bisa menjadi penggerak di sana saat itu. Akhirnya tahun 2006 saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman karena kondisi kesehatan anak-anak yang butuh terapi udara segar (waktu itu anak saya ada yang terserang flek paru-paru). Sejak kepindahan itulah saya berpikir untuk bisa menjadi motor pengerak masyarakat walau sebelum ke Depok saya sudah sering melakukan baksos dengan ibu-ibu majelis taklim dan posyandu.

Begitu 2006 pulang kampung, saya langsung mendirikan Yayasan KUNTUM Indonesia. KUNTUM artinya Kreatifitas Usaha Unit Muslimah. Saat itu saya berpikir bagaimana agar para wanita pedesaan ini bisa diberdayakan dan isu pernikanan dini serta putus sekolah bisa terpecahkan.

Akhirnya saya membuat strategi pembinaan berbagai keterampilan usaha rumahan walau saat itu hanya sekedar share pengetahuan saja, belum terpikir untuk membentuk UKM-UKM.


Apa pengalaman yang paling mengesankan selama membangun desa?

Yang mengesankan ya bisa berbagi ilmu dan menolong orang-orang yang tidak mampu menjadi mandiri. Bisa lebih peka atas penderitaan yang mereka alami. Kesan lain, sebetulnya jika kita melakukan pendekatan silaturahmi yang baik, maka mereka akan sangat baik dan bersahabat. Jadi saat itu saya harus dekat dengan mereka dan rutin mengagendakan silaturahmi ke semua kalangan baik orang birokrasi, pendidik, tokoh, dll.

Tahun 2009 saya mendirikan koperasi syariah Kampoeng Mandiri di balai desa tapi akhirnya gagal karena banyak masyarakat yang belum siap dan amanah terhadap dana yang mereka pinjam.

Bagaimana awalnya Anda membangun KWBT sebagai tempat bisnis, belajar, sekaligus wisata?

Ramadhan empat tahun lalu, Yayasan KUNTUM Indonesia mengadakan acara “Ngabuburit Kreatif”. Program ini diisi dengan pelatihan keterampilan mulai dari daur ulang kertas, mute akril, sulam pita, pernak-pernik terigu hingga kiat-kiat suskes ibadah selama mengisi bulan Ramadhan. Saat itu, peserta yang hadir kurang lebih 80 orang yang berasal dari anak-anak, muda-mudi, hingga ibu-ibu. Acara ini mendapatkan apresiasi yang sangat postif dan akhirnya saya berpikir untuk membuat kegiatan pelatihan serupa di bulan-bulan berikutnya. Lalu KUNTUM Organizer menjadi pengerak event “Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru” (KWBT) dari pelatihan gratis sampai berbayar. Alhamdulillah repsonsnya sangat baik.

Apa yang menginpirasi Anda menjadikan Kampoeng Tegalwaru sebagai pusat usaha?

Berdasarkan hasil studi Social Entrepreneur Leader (SEL) tahun 2008 dan pemetaan potensi sosial ekonomi Tegalwaru jika dibandingkan dengan wilayah lain, maka Tegalwaru memiliki potensi ekonomi yang cukup menarik. Masyarakatnya cekatan hingga mampu menciptakan aneka produk unggulan. Hanya saja mereka masih terkendala masalah permodalan dan pemasaran. Dengan wadah KWBT inilah saya ingin menyalurkan jasa training usaha berbasis home industry sekaligus menjadi sarana marketing kreatif dalam menawarkan sistem keagenan serta pemasaran produk lokal. Walau di awal tidak mudah menyatukan visi dengan semua masyarakat dan tantangan dalam menjamin mutu produk, tapi dengan berjalannya waktu dan pendampingan usaha yang dilakukan terus-menerus, sedikit demi sedikit mulai terlihat hasilnya.

Bagaimana Anda memahamkan konsep KWBT kepada masyarakat Tegalwaru?

Secara perlahan dengan terus melibatkan mereka dalam setiap kegiatan. Alhamdulillah mereka sangat terbuka, dari mulai tukang ojek membantu pasang banner, hansip desa membantu memarkirkan mobil pengunjung, warung nasi mambantu menyiapkan makan siang, tukang gorengan saya borong untuk menyajikan gratis makanannya untuk para pengujung, dll. Pokoknya semua masyarakat terlibat. Malah kalau beberapa hari tidak ada pengunjung, masyarakat yang tanya : “Teh kok enggak ada tamu yang datang?”

Apa saja kendala yang Anda hadapi dalam merintis KWBT dan bagaimana solusinya?

Kendala awal tentu bagaimana mensosialisasikan program. Yang dilakukan pertama kali adalah silaturahmi ke Pak Lurah, mempresentasikan segala niat baik untuk memajukan potensi desa dan memberikan alternatif solusi permasalahan sosial ekonomi yang ada. Selanjutnya silaturahmi ke Pak Camat dan mengumpulkan 60 tanda tangan warga sebagai bukti dukungan terhadap program ini. Berkah dari silaturahmi inilah yang membuahkan hasil luar biasa. Kemudian untuk mengikat kerja sama, saya melakukan perjanjian dengan para UKM yang telah terseleksi. Dari hasil inilah, program KWBT berjalan.

Kendala lainnya, walau segala prosedur izin dijalani, kami juga sempat berhadapan dengan oknum-oknum pemerintah yang berorientasi materi. Apalagi oknum tersebut sampai mengalang massa untuk memboikot ketika pengunjung datang ke pelatihan dan menyebar isu negatif. Fitnah yang mereka lontarkan adalah bahwa yayasan saya ilegal dan hanya memanfaatkan bisnis masyarakat untuk kekayaan pribadi, dll. Tapi semua tuduhan itu tidak terbukti sama sekali dan justru masyarakat membela bahwa program yang saya buat positif dan membantu para UKM. Alhamdulillah…beberapa orang yang terkena isu diberikan pencerahan dan malah akhirnya balik mendukung.

Jenis usaha apa saja yang ada di KWBT?

Ada banyak jenis usaha berbasis home industry yang kami kembangkan diantaranya : nata de coco, kerajinan tas, kerajinan daur ulang kertas, olahan tanaman obat, industri golok, pacul, bilik, ternak kelinci, kambing/domba, sapi, pembibitan ikan patin, bibit lele, budidaya air tawar, produksi yoghurt, aneka keripik, kerajinan jaket, sandal anak, wayang golek, gendang, pernak-pernik terigu, industri jilbab, selai kelapa, donut, kerupuk, jamur tiram, pepaya California, jambu kristal dan lain-lain.

Kami memberikan pelatihan bukan hanya sekedar teori, tapi pengunjung bisa secara detail melihat proses produksi hingga analisa keuangan dari usaha tersebut. Dan UKM yang terpilih memang UKM yang sehat artinya mereka memang meiliki daya tawar di pasaran. Dari produknya yang cukup baik hingga nilai omsetnya. Usaha tas misalnya, mereka mendapat keuntungan bersih hingga Rp 20juta/pekannya. begitupun usaha nata de coco, kerupuk, peternakan, dll.


Bagaimana pemasaran produk-produk KWBT?

Selama ini ada beberapa produk yang rutin dipasarkan sekecamatan saja seperti kerupuk dan makanan lainya. Ada yang melalui agen ke Pasar Senen seperti tas. Ada juga melalui pengepul seperti bibit patin. Lalu melalui online shop dan berbagai media maupun TV. Untuk media ini, kami tidak mengeluarkan biaya iklan sama sekali tapi kami rajin menulis dan mengundang wartawan untuk mengangkat profil usaha kami dan alhamdulillah dengan media inilah rantai hulu dan hilir bisa langsung terhubung .

Bagaiamana cara Anda mendatangkan pengunjung?

Saya promosikan awalnya dari mulut ke mulut saja. Terus buat pamflet sederhana, facebook dan web KWBT. Setiap ada event, kami undang wartawan untuk meliput dan alhamdulillah malah dari pihak sekolah dan lembaga pada telepon saya untuk survei dan mengadakan kunjungan siswa dan pengawainya yang akan pensiun. Ada juga himpunan guru-guru PAUD, POLDA seluruh Indonesia, bahkan sekolah-sekolah di luar Jawa Barat.

Bagaimana perkembangan kunjungan wisata KWBT saat ini?

Dari hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa agribisnis IPB. Respons pengunjung puas dengan segala training yang diberikan dan terinspirasi melakukan bisnis berbasis home industry. Alhamdulillah, sejalannya waktu, UKM dengan produk-produk baru makin bertumbuh.

Bagaimana omzet transaksi bisnis di KWBT hingga saat ini?

Omzet UMKM di Tegalwaru setiap bulan mencapai lebih dari Rp 2 miliar.

Bagaimana sistem pengelolaan KWBT tersebut? Apakah profit share dengan pengusaha di sana?

Ya tentu ada pembagian profit-nya, saya sebagai pengelola mendapat keuntungan dari event, para UKM mendapat fee (tiket) dari setiap pengunjung yang ada, adapun transaksi hasil penjualan produk itu full milik UKM tersebut. Alhamdulillah, dari setiap pembelian dari pengunjung yang datang, minimal setiap UKM dapat perolehan penjualan minimal Rp 700ribu bahkan pernah sampai Rp 2 juta.

Kenapa SDM-nya mayoritas perempuan?

Ya, karena ketika saya mendirikan Yayasan KUNTUM Indonesia, pengurusnya kaum perempuan semua. Dan misi dari yayasan ini adalah untuk memajukan wanita pedesaan serta memberikan pelatihan kreativitas kepada mereka agar punya skill dan mandiri secara ekonomi di keluarganya. Artinya tanpa harus bekerja ke luar rumah, mereka sudah mampu memberikan income tambahan untuk keluarganya

Apa saja penghargaan atau prestasi Anda atau KWBT hingga saat ini?

Alhamdulillah beberapa sentra UKM yang menjadi mitra dipercaya mejadi sentra herbal terbaik se-Kabupaten Bogor dan beberapa kali mengikuti lomba tingkat provinsi. Para UKM juga diliput di media TV nasional, tercatat pernah masuk dalam program ANTV : Perempuan Hebat, MNCTV : Program Acara Liputan Pagi, Inspirasi Sore, Diantara Kita, Trans 7, Laptop si Unyil, Merajut Asa, Metro TV, NET TV dll.

Bulan lalu saya masuk finalis tokoh pendamping kewirausahaan nasional yang diselengarakan oleh Yayasan Bina Swadaya dan Prof. Rhenald Kasali, serta menjadi narasumber dalam seminar-seminar nasional baik di universitas-universitas, BUMN, Dinas Pertanian, maupun seminar internasional. Dipercaya menggawangi training persiapan TKW Exit di Hong Kong dan dosen kewirausahaan di Saint Mery University Hongkong. Saya juga masuk finalis penghargaan kewirausahaan sosial yang diadakan oleh Kusala Swadaya.

Selanjutnya apa yang akan Anda lakukan?

Ke depan akan mempersiapkan tempat diklat yang lebih permanen, membangun pesantren preneur khusus untuk para BMI eks Hongkong. Membangun lembaga finansial yang syariah, menjadi pioner dan incubator bisnis berbasis masyarakat yang dijadikan contoh untuk wilayah lain. Terus mengampanyekan peranan social entrepreneur perempuan di seluruh dunia. Saya juga ingin membangun palsma-plasma UKM baru di Tegalwaru ataupun desa yang lain, membuat cluster KWBT sebagai plasma inti (welcome area-nya), dan menyosialisasikan ke banyak pihak tentang UKM-UKM Tegalwaru. Beberapa pelaku UKM bahkan sempat menjadi narasumber di berbagai instansi dan di seminar-seminar kewirausahaan. Jadi saya memang ingin mencetak para pemilik UKM ini matang secara pengatahuan dan mampu menstrasfer pengalamannya ke banyak orang.

Apa kiat-kiat ibu agar seseorang bisa sukses menjadi sosial entrepreneur?


Latih pribadi yang dinamis, fleksibel dan ramah. Kemudian punya niat kuat untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain. Peka terhadap masalah sosial yang ada di masyarakat, serta mampu dengan cerdas menangkap potensi sosial ekonomi yang ada. (***)

Artikel Terkait

Previous
Next Post »