Opini: Gelombang Demo Mahasiswa dan Ingatan tentang NKK BKK




Campusnesia.co.id -- Unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat sejak tanggal 23 September 2019 dengan Gejayan Memanggil di Jogjakarta masif disambut dengan aksi serupa di daerah lain. Salah satu puncaknya di Jakarta tanggal 24 dan 25 September 2019.


Gedung DPR menjadi sasaran dengan aspirasi, penolakan revisi UU KPK yang dinilai melemahkan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi dan lebih menguntungkan koruptor serta menyoal Revisi KUHP yang disinyalir bakal mengebiri demokrasi.

Mosi tidak percaya terhadap DPR dan Demokrasi Dikorupsi adalah dua tagar yang didengungkan.

Mahasiswa di garda terdepan, didukung elemen aktivis dan masyarakat, yang tak kalah menarik adalah turut sertanya pelajar SMA dan SMK yang trending dengan tagar STM Melawan.

Demontrasi yang masif ini fenomena yang langka setidaknya 5 tahun terakhir di era kepemimpinan presiden Jokowi. Bentrok antara demonstran dan aparat polisi tak bisa dihindarkan, banyak korban luka bahkan ada yang meninggal.

Lalu muncul respon presiden Jokowi terhadap masifnya demontrasi di berbagai daerah, (1) Panggil Menristekdikti, Jokowi Minta Mahasiswa Tak Turun ke Jalan (kompas.com - Kamis, 26 September 2019). 

Menristek Dikti, M Nasir yang juga mantan Rektor Undip kemudian mengeluarkan Statement, (2) Gelombang Protes Mahasiswa, Menristekdikti Ancam Beri Sanksi Rektor (Kompas.com - Kamis, 26 September 2019).

Dua pernyataan petinggi negeri ini menanggapi gelombang demontrasi yang dimotori mahasiswa di berbagai daerah di indonesia ini menarik bagi saya, mengingatkan akan sejarah pergerakan mahasiswa di masa lampau.

Dejavu dengan NKK BKK 

Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), adalah kebijakan Menteri Pendidikan era Presiden Soeharto bernama Daoed Joesoef (1978-1983)

Kebijakan ini dianggap kontroversi karena dituding sebagai upaya Pemerintah Soeharto dalam "mematikan" daya kritis mahasiswa terhadap pemerintah.

NKK/BKK bungkam mahasiswa

Dilansir dari Harian Kompas yang terbit 26 Juni 2015, kebijakan NKK/BKK tidak muncul tiba-tiba. Peristiwa panjang dan penuh dinamika menjadi pemicu, terutama setelah mahasiswa yang dibantu militer berhasil menumbangkan Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno.

Organisasi mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atau Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), tumbuh subur. Kaderisasi pun berjalan baik.

Hal ini menjadikan kritik terhadap oleh mahasiswa ikut subur, melalui berbagai aksi unjuk rasa.

Misalnya saja, saat mahasiswa mengkampanyekan "golongan putih" pada Pemilu 1971, setelah pemilu dianggap tidak lagi berjalan jujur dan adil.

Aksi mahasiswa semakin meluas saat pemerintah akan membangun Taman Mini Indonesia Indah pada 1973.

Hingga puncaknya terjadi pada protes mahasiswa terhadap dominasi modal asing di Indonesia pada 15 Januari 1974. Peristiwa "Malapetaka 15 Januari" atau Malari itu bertepatan saat Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka mengunjungi Ibu Kota.

Kebijakan NKK/BKK berlaku resmi setelah Mendikbud Daoed Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus. Ini menyebabkan kampus jadi kawasan "steril" dari aktivitas politik.

Dengan SK itu, mahasiswa tidak boleh melakukan kegiatan bernuansa politik. Jika ada yang nekat, sanksi keras berupa pemecatan sudah disiapkan oleh birokrasi kampus, yang juga ditekan pemerintah.

Kebijakan itu pun disertai pembubaran Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa di tiap perguruan tinggi.

Ini ditandai dengan Surat Keputusan Nomor 037/U/1979 tentang Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang berhasil menghilangkan aktivitas politik dan organisasi mahasiswa di kampus.

(3) Kami kutip dari: Daoed Joesoef, Kontroversi NKK/BKK, dan Beda Pendapatnya dengan Soeharto... (Kompas.com - Senin, 8 Agustus 2016)

Hari ini kita hidup di era reformasi, buah perjuangan pergerakan mahasiswa juga, dengan produk utamanya demokrasi yang ditandai salah satunya dengan kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat.

Respon menristek dikti terhadap gelombang demontrasi mahasiswa yang menyuarakan keresahan dan kepedulian terhadap masa depan Indonesia sangat disayangkan, selain berpotensi mengebiri gerakan mahasiswa dan mengingatkan akan memori kelam masa orde baru.

Penulis: Nandar
Foto: twitter 






Artikel Terkait

Previous
Next Post »