Review Film Dark Water, Perjuangan Seorang Pengacara Melawan Perusahaan Pencemar Lingkungan



Campusnesia.co.id -- Menonton film yang diangkat dari kisah nyata memang punya sensasi tersendiri, selain menikmati sajian sinematografii kadang fakta bahwa film tersebut terinspirasi by true event membuat kita bergidik jika menyangkut dengan sebuah tragedi. FIlm seperti Spotligh, Kill The Messenger, The Post misalnya, jika deretan judul yang saya sebutkan tadi menarik bagi anda, harusnya satu judul yang akan kita bahas ini juga tidak kalah menarik dan membuat merinding.

Dark Water, itulah judul film yang akan kita bahas. Rilis tahun 2019 yang disutradarai Todd Haynes dan ditulis oleh Mario Correa dan Matthew Michael Carnahan. Film ini diangkat dari artikel "The Lawyer Who Became DuPont's Worst Nightmare" oleh Nathaniel Rich yang diterbitkan di The New York Times Magazine tahun 2016. Kisahnya sendiri pertama kali dilaporkan secara mendalam oleh dua wartawan lainnya, Mariah Blake, penulis artikel "Welcome to Beautiful Parkersburg, West Virginia" di HuffPost Highline, dan Sharon Lerner, penulis seri "Bad Chemistry" di The Intercept. Film ini dibintangi Mark Ruffalo, Anne Hathaway, Tim Robbins, Victor Garber, Mare Winningham, William Jackson Harper, dan Bill Pullman. Film ini dijadwalkan ditayangkan di Amerika Serikat pada 22 November 2019 oleh Focus Features dan di Indonesia pada 27 November 2019. 


Pemeran
- Mark Ruffalo sebagai Robert Bilott
- Anne Hathaway sebagai Sarah Bilott
- Tim Robbins sebagai Tom Terp
- Bill Camp sebagai Wilbur Tennant
- Victor Garber sebagai Phil Donnelly
- Mare Winningham sebagai Darlene Kiger
- Bill Pullman sebagai Harry Deitzler
- William Jackson Harper sebagai James Ross
- Louisa Krause sebagai Karla

Jalan Cerita (Spoiler)
Suatu hari Robert Billott yang merupakan pengacara muda sedang naik daun di firma hukum Taft didatangi oleh seorang perternak dari Parkersburg Virginia Barat bernama Wilbur Tennant. Ia meminta Robert untuk menjadi pengacaranya. Sang peternak ingin menggugat sebuah pabrik kimia dan peralatan rumah tangga DuPont yang menurutnya menjadi penyebab matinya 190 ekor sapi di peternakannya.

Dengan sedikit drama, Robert akhirnya mendatangi peternakan Tennant, di sana ia mendapati ratusan kuburan sapi di peternakan, ia ditunjukkan bukti perubahan dan rusaknya organ sapi yang teracuni limbah parbik DuPont.

Kasus ini menjadi hal yang tidak mudah bagi Robert karena karir pribadi dan perusahaan tempat ia bekerja yaitu Firma Hukum Taft selama ini adalah firma hukum yang khusus melayani pembelaan Korporat, sedangkan dalam kasus ini ia akan melawan sebuah perusahaan. Setelah menyakinkan Bosnya akhirnya ia diijinkan.

Penelitian dimulai, puluhan vidio hasil rekaman peternak Tenant diamati, begitu pula ratusan dokumen dari perusahaan DuPont dari tahun 70an yang harus dicek satu persatu untuk mencari korelasi fenomena matinya sapi-sapi peternak tenant dengan aktifitas di parbik dupont.


Fakta yang Mengejutkan
Robert akhirnya menemukan beberapa dokumen milik perusahaan DuPont yang "seakan menyembunyikan sesuatu" yaitu bahan kimia yang diberi nama Asam perfluorooktanoat (PFOA atau C-8). Karbon sistesis yang pada masa perang digunakan untuk melapisi Tank agar tahan air. Oleh Dupont bahan kimia ini diaplikasikan pada perlatan rumah tangga yaitu Wajan Teflon, iya wajan teflon anda tidak salah baca dengan tujuan agar makanan yang dimasak tidak lengket serta aplikasi pada barang lain misalnya jas hujan, karpet dll.

Masalahnya, makanan, air dan lingkungan bisa terpapar bahan kimia ini. Dalam adegan mencari fakta Robert menemui seorang ahli kimia, ia bertanya bagaimana jika bahan ini masuk atau tertelah ke dalam tubuh hewan atau manusia, ahli kimia itu menjawab "kamu pasti tidak mau menelanya" karena tidak akan terurai oleh mekanisme tubuh ibarat kita memakan Ban Karet. 

Robert akhirnya menemuka titik terang dari fenomena kematian ternak tuang Tennant dengan limbah perusahaan Dupont. Sayangnya satu persatu masyarakat di sekitar pabrik mulai terpapar dan menunjukkan gelaja sakit yang diduga akibat limbah tersebut.

perkembangan signifikan akhirnya terwujud, ribuan orang pekerja dan warga sekitar pabrik mau mengikuti uji darah untuk meneliti dampak limbah pabrik. Proses ini butuh waktu hampir tujun tahun saking banyaknya sampel yang harus di analisis. Penelitian itu membuktikan ribuan orang yang mengikuti tes darah positif kemungkinan menderita beberapa penyakit yang disebabkan limbah misalnya kanker, tiroid dll.


Perjuangan di pengadilan
Sayangnya kasus ini tidak bisa diselesaikan di ranah pidana walau secara dampak sangat mengerikan. Robert dan firma hukumnya akhirnya memilih mendampingi para korban dalam Perdata dan memenangkan kasus ini. Perusaahan DuPont terbukti bersalah dan menyebabkan ribuan orang sakit, dan harus membayar denda jutaan dollar serta menanggung biaya pengobatan korban.

Dejavu dengan Pencemaran Lingkungan di Indonesia
Secara kualitas film ini bagus sekali menurut saya dalam hal sinematografi, yang lebih penting lagi Film Dark Water ini membuat saya merinding mengetahui fakta-fakta yang disajikan. Seketika membawa pikiran saya ke Indonesia.

Bicara pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri yang sembarangan kita tahun beberapa kasus besar di Indonesia. Sungai Citarum misalnya dan Sungai Bengawan Solo yang berwarna hitam pekat dengan bau menyengat.

Beberapa waktu yang lalu sempat heboh di twitter akun PDAM di Blora mengeluh akan kualitas air dari bengawan solo yang rusak hingga berwarna hitam pekat dam bau padahal air sungai tersebut selama ini digunakan sebagai bahan baku untuk air PDAM yang dilairkan ke warga. 

Belum lagi kasus-kasus lain di luar pulau jawa yang tidak kalah membuat bulu kuduk merinding. So sebagai penutup dari review film ini tentu saja saya merekomendasikan sobat semua untuk menonton apalagi bagi kamu yang bergerak dalam aktivisme lingkungan hidup.

Bagi kita warga biasa, mari mulai peduli terhadap lingkungan langkah paling sederhana bisa dimulai dengan tidak membuang sampah sembarangan, mulai aware pada benda-benda dan makan yang kita gunakan dan konsumsi sehari-hari. Sampai jumpa



penulis
Nandar

Artikel Terkait

Previous
Next Post »